“Tidak Vi,
cukuplah. Aku mohon kamu jangan tanya-tanya tentang dia lagi.”
“Memangnya
kenapa, Re? Bukankah dia sudah jujur tentang perasaannya? “
“Benar apa yang
telah kau katakan, dan sedikitpun tak pernah tak ku hargai kejujurannya.”
“Terus apa
masalahnya, Re?”
“Vi, kenapa kamu
belum paham juga. Kalau dia benar-benar serius dia tak akan bilang seperti itu.
Jika dia benar-benar memiliki rasa yang begitu suci maka tak akan mungkin dia
mengajakku berjalan menuju kemaksiatan yang semakin mendekatkanku pada neraka.”
“Iya juga ya.
Kalau kamu dah ngomong tentang agama, aku angkat tangan deh Re haha.”
“Kamu apaan sih
kok gitu. Kan kamu juga tahu syari’at jeng.”
“Terus kamu mau
gimana, Re?”
“Masalah jodoh
sudah ada yang ngatur Vi. Memang mata ini terkadang iri terhadap hati. Yang
tidak bisa melihat sosok yang begitu dekat dengan kita melalui hati kita. Yaitu
dia yang tertulis di Lauh Mahfudz.”
“Aduh, so sweet
nya, haha.”
“Iya dong, Allah kan Maha Romantis.”
“Iya deh, yuk
makan!”
Begitulah
rasa kepo Vira jika kambuh. Apalagi setelah mendengar bahwa ada laki-laki yang
telah menyatakan perasaannya kepadaku. Dia selalu saja meledekku. Sudah aku
katakan bahwa aku tidak memiliki kata pacaran dalam kamus kehidupanku. Sudah
menjadi prinsipku seperti itu adanya. Dan aku juga tidak mau memberikan bekas
kepada pangeran yang akan Allah SWT berikan kelak. Sebagai perempuan kan harus
menjaga kehormatan juga. Jangan pernah untuk menjadi bunga yang mudah untuk
dilihat, dipegang, atau dipetik untuk dimiliki. Jadilah mutiara di dalam kerang
yang letaknya di dasar laut. Sehingga untuk memilikinya membutuhkan usaha yang
besar. Karena perempuan itu sangat mahal dan berharga seperti halnya mutiara
yang indah. Sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan sholekah. Itulah yang
serin aku dengar dan aku baca dari medsos. Dan aku begitu senang membacanya.
Vira
mulai sibuk dengan kegiatan organisasi yang diikutinya. Memang aku satu
organisasi juga dengannya, tapi aku tidak masuk dalam kepanitiaan acara itu.
Aku mulai khawatir dengan kesehatan Vira karena dia sering pulang malan dan
makannya tidak teratur.
“Vir, kamu tidak
apa apa dengan kegiatan kamu yang sedang numpuk ini?”
“Iya Re, aku
enggak apa apa kok, tenang aja.”
“Aku Cuma mau
ingetin ke kamu kalau makan harus teratur, jangan sampai sakit. Kan kalu sakit
nanti kamu sendiri yang rugi karena tidak bisa ikut andil dalam kegiatan.”
“Siap komandan,
perintah komandan akan saya kerjakan.”
“E eh, ini
serius, jangan bercanda!”
“Iya Rere, aku
tahu kok.”
Alhamdulillah,
aku bersyukur, acara yang dipanitiai oleh Vira berjalan dengan lancar dan Vira
juga sehat. Tapi kini aku mulai cemas dengan keadaan Vira yang sekarang. Karena
tanpa adanya kegiatan atau acara organisasi, dia sering pulang malam juga.
“ Ya Allah,
apakah pikiranku sudah kelewat tidak wajar? Namun jika tidak seperti itu,
kenapa dia berubah? Apa yang sedang terjadi?”
Pikiranku
mulai kemana-mana karena memikirkan Vira. Beberapa kali aku lihat dia berjalan
dengan seorang laki-laki. Aku mencoba berpikir positif, akan pemandangan yang
aku lihat. Namun ternyata itu terlalu memaksaku, karena yang aku lihat adalah
Vira berpegangan tangan dengan laki-laki itu. Aku sebagai seorang teman
dekatnya begitu malu kepada diriku sendiri jika aku tidak bisa membantu temanku
untuk keluar dari hal yang berbau maksiat. Apalagi sebelumnya Vira tidak pernah
seperti itu, dia selalu menjaga jaraknya dengan laki-laki. Tapi apa yang yang
terjadi sekarang?
“Vir, kamu
darimana saja? Kok pulangnya malam banget?”
“O.. ini
ta..aa..dii ak..kuu habis ngerjain tugas dengan temanku, Re. Aduh, tugasku lagi
numpuk banget nih.”
“Terus udah
makan belum tadi?”
“Udah Re, tenang
aja. Kamu itu beneran seperti ibuku ya, hahaha.”
“Bukan begitu
Vir, aku kan temanmu, sudah menjadi kewajibanku mengingatkan sesuatu yang baik
untuk kamu atau mengingatkan apabila yang kamu lakukan itu salah.”
“Memangnya aku
melakukan apa, Re?”
“Vir, aku mohon
kamu jujur sama aku dan jangan pernah ada yang kamu sembunyikan dari aku, Vir!”
“Re, aku takut
kalau aku cerita, kamu akan marah sama aku dan enggak mau berteman lagi sama
aku.”
“Astaghfirullah,
sama sekali enggak akan terjadi hal seperti itu, Vir. Aku berjanji kepadamu.”
“Sebenarnya, aku
juga memiliki rasa pada Mas Rozi yang dulu pernah menyatakan perasaannya pada
kamu, Re. Dan entah kenapa setelah dia menyatakan perasaannya padamu, yang
kemudian kamu menolaknya dengan caramu yang halus dan penuh perhitungan itu,
dia menyatakan perasaan yang sama juga padaku. Awalnya aku kira dia main-main
saja, karena aku tahu dia menyukaimu. Mungkin dia butuh seseorang untuk berada
di dekatnya atau lebih tepatnya sebagai pelampiasan. Namun aku benar-benar
tidak bisa menolak untuk tidak menerimanya. Jujur aku sangat mengaguminya, Re.
Jujur, aku tak apa jika kamu menerimanya waktu itu. Aku bahagia jika kamu
bahagia.”
“Tapi Vir kenapa
aku sampai bisa melihatmu berpengan tangan? Sungguh itu membuat diriku sedih
dan malu terhadap diriku sendiri karena tidak bisa mengingatkan kamu.”
“Re, maafkan
aku, aku benar-benar tergoda, dengan bisikan setan waktu itu. Dan ternyata Mas
Rozi juga tidak memiliki pegangan yang kuat sehingga dia bisa dengan santai
memegang tanganku. Aku ingin untuk menolaknya, namun aku merasa tidak enak dan
takut dia kecewa, lalu meninggalkanku. Karena waktu itu aku masih benar-benar
senang dia bisa menjadi yang istimewa untukku dalam kehidupan nyata ini. Dan
sekarang aku kecewa pada diriku sediri. Kerena tangan ini seharusnya dipegang
oleh imamku kelak. Aku sudah memberikan tangan bekas pada imamku, Re.”
Vira
mulai menangis akan keadaannya yang sekarang. Aku sangat bersyukur karena Vira
masih bisa merasa bersalah dan malu atas kesalahannya. Aku senang bukan berarti
cemburu, aku benar-benar senang karena aku belum kehilangan sosok teman yang
shalekah itu. Dia memang sudah melakukan kesalahan itu, tapi bukankah manusia
tempatnya lupa dan salah?
“Vir, aku tidak
marah sama sekali kepadamu. Aku hanya tidak ingin kamu terjerumus dalam jurang
kemaksiatan. Aku menolaknya juga karena aku tak ingin diriku atau dirinya jatuh
dalam jurang itu. Dia tidak mungkin membawa diriku atau dirimu terjun ke jurang
kemaksiatan itu kalau dia benar-benar memiliki rasa yang suci itu. Aku rasa
seseorang yang meminta untuk menjalin hubungan yang seperti itu hanya menuruti
nafsunya saja. Masih ingat kan, Vir bahwa apabila kita benar-benar mencintai
seseorang, maka cintailah karena Allah yaitu dalam diam dan sampaikan rindu itu
lewat do’a. Itu lebih so sweet Vir, yakinlah! Walaupun kelak jodoh kita bukan
nama yang kita sebut dalam do’a kita, mungkin jodoh kita adalah dia yang sering
menyebut nama kita di setiap lantunan do’anya kepada Allah SWT.”
“Iya Re, makasih
banyak ya. Aku sangat beruntung memiliki sahabat sepertimu. Aku sudah
membulatkan tekatku untuk berhenti dengan hubungan ini. Semoga dia bisa
mengerti dan aku akan berbicara baik-baik serta akan memberinya beberapa
nasihat untuk membuatnya lebih baik. Karena dia juga teman seiman kita kan Re?”
“Iya Vir, semangat,
jangan galau lho. Kita harus terus berusaha memperbaiki memantaskan diri,
dengan begitu, In Sha Allah dia yang telah ditentukan oleh Allah untuk kita
juga sedang memperbaiki diri untuk diri kita kelak.”
“Umt...
benar-benar bikin greget Re, kata-katamu.”
“Haha... mau
tambah greget lagi, Vir?”
“Boleh-boleh,
apa itu?”
“Gini Vir,
sebenarnya prinsip jodoh itu sederhana lho, dan semua diawali dengan diri kita.
Jika ingin mendapatkan yang baik, maka buatlah diri kita baik pula. Jika ingin
mendapatkan yang shalih, maka buatlah diri kita shalikah pula. Dan jika ingin
mendapatkan imam yang baik, jadilah makmum yang baik pula. Jangan terlalu sibuk
menuntut, namun jadilah yang dituntut teman.”
“Intinya jodoh
itu cerminan diri kita ya, Re?”
“Yap.. pas
banget.”
“Sip, ustadzah!”
“E eh.. jangan
panggil ustadzah dong.”
“Itu kan do’a
jeng. Enggak apa apa kali.”
“Tapi mali dan
kurang enak gitu. Panggil Rere cantik aja haha.”
“Idih maunya.”
Setelah
percakakapan panjang kali lebar kali tinggi malam itu, Vira mulai kembali
seperti Vira yang dulu. Alhamdulillah Ya Allah, memang Engkaulah yang Maha
Kuasa untuk membolak-balikkan hati manusia. Semoga aku juga bisa menjaga diriku
sendiri dan selalu ingat akan perintah-perintahnya. Karena terkadang penyakit
lupa kian menjalar ke dalam diri ini.
by :Hanifah Mumtahanah/Pend. Biologi/ Divisi Litbang
No comments:
Post a Comment