Menilik
Sekolah Pos di pinggir rel kereta api
Dewasa ini pendidikan sangat diperlukan, kita bisa
mendapatkannya di sekolah formal maupun non formal. Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Saat ini sudah banyak sekali
lembaga-lembaga pendidikan non formal yang berada di tengah-tengah kita,
seperti kelompok bermain, lembaga kursus, sanggar, lembaga pelatihan dan
lain-lain.
Tentunya pendidikan non formal ini
diselenggarakan untuk masyarakat kita yang membutuhkan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Salah satu contoh sekolah
non-formal di Surakarta adalah Sekolah Pos. Kenapa dinamakan sekolah pos
karena proses belajar mengajarnya berada di Pos Kampling di pinggir rel kereta
api yang masih aktif.
Berawal dari kegiatan Berbagi Nasi di daerah
Rejosari Rt 08 Rw XIII, Gilingan. Ibu Tri Wulandari salah satu guru bimbingan
belajar di daerah Nusukan tergerak hatinya untuk mendirikan sekolah ini.
Berbagi nasi merupakan salah satu komunitas kegiatan berbagi yang ada di kota
Solo. Berawal dari kegiatan Berbagi lalu di cabangkan menjadi Berbagi Nasi,
Berbagi Ilmu, Berbagi Sehat dan kegiatan Berbagi lainnya yang bersifat positif.
Karena melihat kondisi di daerah Rejosari yang memerlukan pendidikan tambahan pada
anak-anak di daerah ini, untuk itu Ibu Wulan mendirikan Sekolah Pos.
“Misi dan visi nya adalah berbagi. Latar
belakang saya kan di bimbingan belajar dan saya kepingin berbagi ilmu disini”,
ujar Ibu Wulan. Karena rasa inginnya untuk berbagi
dengan anak-anak di daerah Rejosari, Gilingan Ibu Wulan meminta ijin kepada
Ketua RT setempat untuk mengadakan Sekolah Pos di daerah ini. Hal ini pun di
respon baik oleh Ketua RT dan warga setempat, sehingga banyak anak-anak yang
mengikuti kegiatan ini. Hanya bermodalkan keinginan
dan tekat untuk membaginya dengan orang lain maka dia membuat sebuah sekolah
atau bisa disebut dengan bimbingan belajar gratis. Pertama kali sekolah ini
dibuka sudah banyak sekali anak-anak yang ingin mengikuti sekolah ini. Sekitar
50 siswa mulai dari TK, SD kelas 1-5 dan bahkan ada anak yang belum
bersekolahpun mau bersemangat untuk mengikuti pembelajaran di sekolah ini.
Berdiri kurang lebih satu tahun Ibu
Wulan dan volunteer dapat memberikan
perubahan di daerah ini. Pertama kali sekolah ini dibuka ternyata di dapati ada
anak kelas 4 SD yang belum lancar membaca maka berbekal dari itu Ibu Wulan
semakin bersemangat untuk menebar ilmu dengan para siswa-siswanya. Walaupun
pencapaian dari sekolah ini belum begitu luar biasa tapi setidaknya sekarang
anak-anak ini sudah pandai membaca dan berhitung.
Dibalik siswa-siswi yang sangat
bersemangat pastilah ada guru-guru yang lebih bersemangat pula. Selain Ibu
Wulan sebagai pengajar disini ada juga mahasiswa-mahasiswa dari UMS, UNS dan
dari Perguruan Tinggi lainnya yang membantu menjadi volunteer. Walaupun volunteer
yang dibutuhan belum sesuai target tetapi dia yakin bahwa lama kelamaan akan
banyak volunteernya. Volunteer disini tidak hanya yang
berkuliah di jurusan pendidikan (FKIP) tetapi dari semua kalangan ada yang
berasal dari jurusan ekonomi, profesi perawat dan lain sebagainya.
Ibu RT di daerah ini pun merasa setelah
anak-anak mengikuti Sekolah Pos sekarang anak-anak ada perubahan. Dari yang
tidak bisa membaca dan berhitung kini bisa membaca dan berhitung. Yang dulunya
ketika ditanya ingin menjadi apa, mereka menjawab igin menjadi pegawai Luwes
atau pegawai pasar. Tetapi sekarang setelah diberi wawasan cita-cita mereka
berubah. Ketika ditanya mereka menjawab ada yang ingin menjadi guru, dokter,
polisi dan lain sebagainya. Di sekolah ini setiap
tingkatan kelas tidak dibeda-bedakan melainkan melebur menjadi satu (kelas
majemuk) ini dikarenakan volunteernya
tidak memadahi dan juga terbatasnya tempat untuk pembelajaran. Di sekolah ini
pembelajaran dilakukan dengan berbagai macam cara seperti menyanyi dan bermain.
Ini dimaksudkan agar siswa tidak bosan mengikuti pembelajaran disini.
Selain berbagi ilmu sekolah ini juga mengadakan
kegiatan yang bernama berbagi ceria. Kegiatan berbagi ceria biasa dilakukan di
hari libur. Dalam kegiatan ini diadakan perlombaan-perlombaan yang membuat
anak-anak senang tanpa meninggalkan nilai education.
Sekolah ini juga menanamkan bahwa belajar itu menyenangkan dan bukan sebuah
momok. “Yang
selalu membuat saya tetap semangat adalah semangat dari anak-anak ini, dan
bagaimana kita harus menumbuhkan semangat belajar pada anak-anak”, ungkap ibu dua
anak ini. Ibu Wulan pun berharap bahwa dia bisa menyebar
virus berbagi ini kepada orang lain khususnya mahasiswa-mahasiswa agar lebih
peduli kepada lingkungan sekitar.
(
Putri R dan Itsna )
No comments:
Post a Comment