Translate

Friday 6 March 2015

Menilik Sekolah Pos di pinggir rel kereta api



Menilik Sekolah Pos di pinggir rel kereta api
Dewasa ini pendidikan sangat diperlukan, kita bisa mendapatkannya di sekolah formal maupun non formal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Saat ini sudah banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan non formal yang berada di tengah-tengah kita, seperti kelompok bermain, lembaga kursus, sanggar, lembaga pelatihan dan lain-lain. Tentunya pendidikan non formal ini diselenggarakan untuk masyarakat kita yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Salah satu contoh sekolah non-formal di Surakarta adalah Sekolah Pos.   Kenapa dinamakan sekolah pos karena proses belajar mengajarnya berada di Pos Kampling di pinggir rel kereta api yang masih aktif.
 Berawal dari kegiatan Berbagi Nasi di daerah Rejosari Rt 08 Rw XIII, Gilingan. Ibu Tri Wulandari salah satu guru bimbingan belajar di daerah Nusukan tergerak hatinya untuk mendirikan sekolah ini. Berbagi nasi merupakan salah satu komunitas kegiatan berbagi yang ada di kota Solo. Berawal dari kegiatan Berbagi lalu di cabangkan menjadi Berbagi Nasi, Berbagi Ilmu, Berbagi Sehat dan kegiatan Berbagi lainnya yang bersifat positif. Karena melihat kondisi di daerah Rejosari yang memerlukan pendidikan tambahan pada anak-anak di daerah ini, untuk itu Ibu Wulan mendirikan Sekolah Pos.
“Misi dan visi nya adalah berbagi. Latar belakang saya kan di bimbingan belajar dan saya kepingin berbagi ilmu disini”, ujar Ibu Wulan. Karena rasa inginnya untuk berbagi dengan anak-anak di daerah Rejosari, Gilingan Ibu Wulan meminta ijin kepada Ketua RT setempat untuk mengadakan Sekolah Pos di daerah ini. Hal ini pun di respon baik oleh Ketua RT dan warga setempat, sehingga banyak anak-anak yang mengikuti kegiatan ini. Hanya bermodalkan keinginan dan tekat untuk membaginya dengan orang lain maka dia membuat sebuah sekolah atau bisa disebut dengan bimbingan belajar gratis. Pertama kali sekolah ini dibuka sudah banyak sekali anak-anak yang ingin mengikuti sekolah ini. Sekitar 50 siswa mulai dari TK, SD kelas 1-5 dan bahkan ada anak yang belum bersekolahpun mau bersemangat untuk mengikuti pembelajaran di sekolah ini.
Berdiri kurang lebih satu tahun Ibu Wulan dan volunteer dapat memberikan perubahan di daerah ini. Pertama kali sekolah ini dibuka ternyata di dapati ada anak kelas 4 SD yang belum lancar membaca maka berbekal dari itu Ibu Wulan semakin bersemangat untuk menebar ilmu dengan para siswa-siswanya. Walaupun pencapaian dari sekolah ini belum begitu luar biasa tapi setidaknya sekarang anak-anak ini sudah pandai membaca dan berhitung.
Dibalik siswa-siswi yang sangat bersemangat pastilah ada guru-guru yang lebih bersemangat pula. Selain Ibu Wulan sebagai pengajar disini ada juga mahasiswa-mahasiswa dari UMS, UNS dan dari Perguruan Tinggi lainnya yang membantu menjadi volunteer. Walaupun volunteer yang dibutuhan belum sesuai target tetapi dia yakin bahwa lama kelamaan akan banyak volunteernya. Volunteer disini tidak hanya yang berkuliah di jurusan pendidikan (FKIP) tetapi dari semua kalangan ada yang berasal dari jurusan ekonomi, profesi perawat dan lain sebagainya.
Ibu RT di daerah ini pun merasa setelah anak-anak mengikuti Sekolah Pos sekarang anak-anak ada perubahan. Dari yang tidak bisa membaca dan berhitung kini bisa membaca dan berhitung. Yang dulunya ketika ditanya ingin menjadi apa, mereka menjawab igin menjadi pegawai Luwes atau pegawai pasar. Tetapi sekarang setelah diberi wawasan cita-cita mereka berubah. Ketika ditanya mereka menjawab ada yang ingin menjadi guru, dokter, polisi dan lain sebagainya. Di sekolah ini setiap tingkatan kelas tidak dibeda-bedakan melainkan melebur menjadi satu (kelas majemuk) ini dikarenakan volunteernya tidak memadahi dan juga terbatasnya tempat untuk pembelajaran. Di sekolah ini pembelajaran dilakukan dengan berbagai macam cara seperti menyanyi dan bermain. Ini dimaksudkan agar siswa tidak bosan mengikuti pembelajaran disini.
Selain berbagi ilmu sekolah ini juga mengadakan kegiatan yang bernama berbagi ceria. Kegiatan berbagi ceria biasa dilakukan di hari libur. Dalam kegiatan ini diadakan perlombaan-perlombaan yang membuat anak-anak senang tanpa meninggalkan nilai education. Sekolah ini juga menanamkan bahwa belajar itu menyenangkan dan bukan sebuah momok. “Yang selalu membuat saya tetap semangat adalah semangat dari anak-anak ini, dan bagaimana kita harus menumbuhkan semangat belajar pada anak-anak”, ungkap ibu dua anak ini. Ibu Wulan pun berharap bahwa dia bisa menyebar virus berbagi ini kepada orang lain khususnya mahasiswa-mahasiswa agar lebih peduli kepada lingkungan sekitar.

( Putri R dan Itsna )




No comments:

Ads Inside Post