Translate

Wednesday 18 March 2015

Ini Kronologis Hilangnya Mahasiswi UMS Diduga Ikut ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO-- Siti Lestari (20 tahun), mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (FF-UMS), Jateng, dilaporkan hilang. Pihak keluarga mengaku kehilangan kontak dengan mahasiswi tingkat akhir tersebut, sejak awal Bulan Februari lalu.
Sugiran (61 tahun), ayah Siti Lestari sudah berupaya melakukan pencarian, baik tempat kost, kontrakan, teman kuliah, maupun saudara, namun tidak membuahkan hasil. ''Siti juga tetap belum ditemukan,'' katanya, Selasa (17/3).
Menurut Sugiran, Siti menghubungi orangtua di Demak, Jateng, 22 Januari lalu. Ketika itu, dia minta uang untuk biaya kuliah dan kost sebesar Rp 3,5 juta. Sugiran kemudian mentransfer sejumlah uang seperti yang diminta anaknya lewat ATM (Anjungan Tunai Mandiri).
Namun, yang membuat Sugiran kaget, selang beberapa hari, Siti secara tiba-tiba mengirim semua barang miliknya ke Demak. Lima kardus berisi pakaian dan -buku dikirim melalui paket pos. Semenjak itu, Siti tidak bisa dihubungi kelurga lagi.
Seluruh anggota keluarga Sugiran sedih. Kini, Sudarmono, anak laki-laki sulung Sugiran, melapor kasus ini ke Polres Sukoharjo. Berita laporan sudah diterima petugas SPK. ''Kami melaporkan kasus ini ke Polres Sukoharjo, Senin (16/3) lalu,'' tuturnya.
Pihak keluarga berharap adiknya Siti bisa segera ditemukan dalam keadaan selamat. Orangtua, semua keluarga, katanya, sudah sangat khawatir. Sebelum melaporkan kejadian ini ke Polres Sukoharjo, pihak keluarga sudah melakukan upaya pencarian kemana-mana. Namun, tidak membuahkan hasil.
Di tempat kost di Desa Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, Siti sudah lama meninggalkan lokasi. Kabarnya, pindah ke rumah kontrakan. Keluarga korban dibantu beberapa teman kuliah Siti, bisa menemukan kontrakan baru. Hanya saja, rumah itu ternyata telah kosong.
Berdasarkan informasi tetangga, Siti tinggal dikontrakan tersebut bersama seorang pria bernama Bahrun Naim. Sugiran masih ingat nama Bahrun Naim. Dulu, orang itu sempat diajak pulang ke rumah. Dan, dikenalkan sebagai calon suami.
Pihak keluarga menolak karena Bahrun sudah beristri dan memiliki anak. Sejak itu, pihak keluarga tidak tahu dimana keberadaannya. Keluarga Sugiran menduga, hilangnya Siti dibawa Bahrun Naim ke Suriah. Hal ini diyakini pihak keluarga, setelah melacak keberadaan Bahrun dari akun facebook miliknya.
''Dari akun facebook milik Bahrun Naim, dirinya mengatakan berada di Suriah. Katanya, akan menyusul istrinya. Kami terus terang khawatir, jika Siti dibawa ke Suriah oleh Bahrun,''duga Sugiran.

 Reporter : Edy Setiyoko 

 Redaktur : Bilal Ramadhan

sumber      : Republika online

Monday 16 March 2015

PUISI

IA TAK BOLEH MATI

oleh : Muhammad Rais SYakur (PGSD'13)

Sepercik gemuruh penyesalan dan  airmata dalam lesung pipi

Mengiringi  setapak langkah  penyesalan yang mendalam

Badan yang semakin membungkuk  akibat pertempuran itu

Kini hanya tinggal monolog ratapan saja

Ia ingin berlari mengejar bayangannya sendiri

Ia ingin menari meskipun raga terkulai tak berambisi

Ia ingin maju meskipun hati dan raganya tak menyatu

Sungguh...

Ia sangat menyesali pertempuran itu

Diikuti dengan isakan  tangisan misteri

Dikala suara-suara biadab mengikis semangat juangnya

Ia terjatuh dalam nuktoh hitam .....

Ia merangkak dalam barisan do’anya  ...

Ia membiisu pada bicaranya yang layu...

Dan ia merongrong pada musuh yang menghadang

Rencong-rencong yang ia bawa..

Sebagai benteng penggoyahan semangatnya

Menyerbu musuh musuh biadab dan keji

Ia tak mau berdiam diri

Ia tak mau mengakhiri

Ia tak akan berhenti

Dan ia tak mau mati...

 

“Teruntuk para pemuda yang pernah jatuh dalam lubang kegagalan, percayalah bawa Allah Bersama kita “

 

 

PUISI

             Bak Lukisan

oleh Intan Dwi A.N  (PGSD’13)




Layaknya lukisan,
Hati ini jg butuh goresan cat dari jemari yang gemar bertasbih
Begitupun dari kejelian mata ketika memandang sukma yang masih samar


Layaknya lukisan
Perasaan ini juga perlu dipandang apik
Namun jangan hanya dipandang, 
Tolong ejalah, bacalah isinya, pahami, hingga dirimu dibuat nyaman olehnya


Layaknya lukisan,
Jiwa yang hambar ini butuh cat warna warni dari bermacam puisi kerinduan
Yaitu puisi kemuliaan batin dalam rinai keikhlasan


Layaknya lukisan,
Nurani ini juga ingin di perindah
Perindah dengan syair dalam doa yang kau lantunkan setiap malam 
Saya rasa cukup

Lalu, siapakah gerangan pemilik lukisan itu?



Friday 6 March 2015

Menilik Sekolah Pos di pinggir rel kereta api



Menilik Sekolah Pos di pinggir rel kereta api
Dewasa ini pendidikan sangat diperlukan, kita bisa mendapatkannya di sekolah formal maupun non formal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Saat ini sudah banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan non formal yang berada di tengah-tengah kita, seperti kelompok bermain, lembaga kursus, sanggar, lembaga pelatihan dan lain-lain. Tentunya pendidikan non formal ini diselenggarakan untuk masyarakat kita yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Salah satu contoh sekolah non-formal di Surakarta adalah Sekolah Pos.   Kenapa dinamakan sekolah pos karena proses belajar mengajarnya berada di Pos Kampling di pinggir rel kereta api yang masih aktif.
 Berawal dari kegiatan Berbagi Nasi di daerah Rejosari Rt 08 Rw XIII, Gilingan. Ibu Tri Wulandari salah satu guru bimbingan belajar di daerah Nusukan tergerak hatinya untuk mendirikan sekolah ini. Berbagi nasi merupakan salah satu komunitas kegiatan berbagi yang ada di kota Solo. Berawal dari kegiatan Berbagi lalu di cabangkan menjadi Berbagi Nasi, Berbagi Ilmu, Berbagi Sehat dan kegiatan Berbagi lainnya yang bersifat positif. Karena melihat kondisi di daerah Rejosari yang memerlukan pendidikan tambahan pada anak-anak di daerah ini, untuk itu Ibu Wulan mendirikan Sekolah Pos.
“Misi dan visi nya adalah berbagi. Latar belakang saya kan di bimbingan belajar dan saya kepingin berbagi ilmu disini”, ujar Ibu Wulan. Karena rasa inginnya untuk berbagi dengan anak-anak di daerah Rejosari, Gilingan Ibu Wulan meminta ijin kepada Ketua RT setempat untuk mengadakan Sekolah Pos di daerah ini. Hal ini pun di respon baik oleh Ketua RT dan warga setempat, sehingga banyak anak-anak yang mengikuti kegiatan ini. Hanya bermodalkan keinginan dan tekat untuk membaginya dengan orang lain maka dia membuat sebuah sekolah atau bisa disebut dengan bimbingan belajar gratis. Pertama kali sekolah ini dibuka sudah banyak sekali anak-anak yang ingin mengikuti sekolah ini. Sekitar 50 siswa mulai dari TK, SD kelas 1-5 dan bahkan ada anak yang belum bersekolahpun mau bersemangat untuk mengikuti pembelajaran di sekolah ini.
Berdiri kurang lebih satu tahun Ibu Wulan dan volunteer dapat memberikan perubahan di daerah ini. Pertama kali sekolah ini dibuka ternyata di dapati ada anak kelas 4 SD yang belum lancar membaca maka berbekal dari itu Ibu Wulan semakin bersemangat untuk menebar ilmu dengan para siswa-siswanya. Walaupun pencapaian dari sekolah ini belum begitu luar biasa tapi setidaknya sekarang anak-anak ini sudah pandai membaca dan berhitung.
Dibalik siswa-siswi yang sangat bersemangat pastilah ada guru-guru yang lebih bersemangat pula. Selain Ibu Wulan sebagai pengajar disini ada juga mahasiswa-mahasiswa dari UMS, UNS dan dari Perguruan Tinggi lainnya yang membantu menjadi volunteer. Walaupun volunteer yang dibutuhan belum sesuai target tetapi dia yakin bahwa lama kelamaan akan banyak volunteernya. Volunteer disini tidak hanya yang berkuliah di jurusan pendidikan (FKIP) tetapi dari semua kalangan ada yang berasal dari jurusan ekonomi, profesi perawat dan lain sebagainya.
Ibu RT di daerah ini pun merasa setelah anak-anak mengikuti Sekolah Pos sekarang anak-anak ada perubahan. Dari yang tidak bisa membaca dan berhitung kini bisa membaca dan berhitung. Yang dulunya ketika ditanya ingin menjadi apa, mereka menjawab igin menjadi pegawai Luwes atau pegawai pasar. Tetapi sekarang setelah diberi wawasan cita-cita mereka berubah. Ketika ditanya mereka menjawab ada yang ingin menjadi guru, dokter, polisi dan lain sebagainya. Di sekolah ini setiap tingkatan kelas tidak dibeda-bedakan melainkan melebur menjadi satu (kelas majemuk) ini dikarenakan volunteernya tidak memadahi dan juga terbatasnya tempat untuk pembelajaran. Di sekolah ini pembelajaran dilakukan dengan berbagai macam cara seperti menyanyi dan bermain. Ini dimaksudkan agar siswa tidak bosan mengikuti pembelajaran disini.
Selain berbagi ilmu sekolah ini juga mengadakan kegiatan yang bernama berbagi ceria. Kegiatan berbagi ceria biasa dilakukan di hari libur. Dalam kegiatan ini diadakan perlombaan-perlombaan yang membuat anak-anak senang tanpa meninggalkan nilai education. Sekolah ini juga menanamkan bahwa belajar itu menyenangkan dan bukan sebuah momok. “Yang selalu membuat saya tetap semangat adalah semangat dari anak-anak ini, dan bagaimana kita harus menumbuhkan semangat belajar pada anak-anak”, ungkap ibu dua anak ini. Ibu Wulan pun berharap bahwa dia bisa menyebar virus berbagi ini kepada orang lain khususnya mahasiswa-mahasiswa agar lebih peduli kepada lingkungan sekitar.

( Putri R dan Itsna )




Thursday 5 March 2015

PUISI



Remaja

Buronan, kecil, setengah tua
Pemberi senjata sang dunia fana
Tanah dilelehkan, api di bekukan
Susunan cinta menusuk segalanya
Amunisi-amunisi mulai tumpah………………..
Kobaran indera kian berdarah
Dingin, hujan, badai, bencana…..
Diterbangkan, dikoyak lewat raga
Semesta tak mampu melebur
Kobaran jiwa telah siap tempur
Karena api dasyat berupa semangat…
Mulai mengikat kuat, kuat
Sebuah sekat, kau abadi bersemayam

Dodik Murdiyanto Laksmana Putra ( PBSI’14)

Pendidikan Profesi Guru (PPG), Biang Keladi atau Solusi?


Pendidikan Profesi Guru (PPG),  Biang Keladi atau Solusi?

Oleh : {Rais Syakur ,Bima, Indro, Anggraini)

Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukan kemampuanya yang ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi substansi atau bidang study yang sesuai dengan ilmunya. Sehingga calon guru harus disiapkan untuk menjadi guru profesional melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG).

PPG merupakan pertaruhan terakhir LPTK ?

Akhir-akhir ini Pendidikan Profesi Guru atau sering dikenal dengan PPG sudah mulai menjamur di telinga masyarakat semua, khususnya mahasiswa FKIP maupun non FKIP. Pendidikan Profesi Guru sendiri merupakan program pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah guna mempersiapkan lulusan S-1 Kependidikan dan S-1 / D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat untuk menjadi guru dengan harapan agar mampu menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan. Seiring dengan adanya tuntutan oleh zaman, tenaga kependidikan atau guru juga diharapkan mampu mengikuti arus perkembangan zaman dengan cara menjadi guru yang berkualitas. Oleh sebab itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)  mewajibkan seluruh mahasiswa baik lulusan kependidikan ataupu non kependidikan yang ingin menjadi guru untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Tujuan utama dalam penyelenggaraan PPG ini adalah untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kompetensi dalam merencanakan,  melaksanakan,  dan menilai pembelajaran; menindak lanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; mampu melakukan penelitian dan mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.

Seperti yang tercantum di dalam Permendikbud Nomor 87 tahun 2013 tentang Program Profesi Guru, Sertifikat pendidik akan diberikan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) ketika seorang pendidik mengikuti Program Profesi Guru(PPG) , jadi setelah mahasiswa kependidikan telah lulus dan mendapatkan gelar strata 1 tidak akan langsung mendapatkan Sertifikat pendidik atau yang lebih dikenal dengan istilah akta empat, melainkan harus mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama 1 tahun terlebih dahulu.

Ada beberapa hal yang membuat program PPG ini menarik. Pertama, PPG merupakan “pertaruhan terakhir” LPTK sebagai lembaga penghasil tenaga kependidikan. Setelah berbagai upaya peningkatan kompetensi guru melalui berbagai kegiatan dan program, termasuk Sertifikasi dengan Portofolio maupun Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang dinilai belum memberikan perubahan secara signifikan, maka PPG diharapkan benar-benar mampu menghasilkan guru-guru profesional di masa depan. Mengingat Sertifikasi melalui Portofolio dan PLPG akan berakhir pada tahun 2015, maka persyaratan untuk menempuh sertifikasi melalui program PPG ini hukumnya wajib, baik bagi guru dalam jabatan (yang tidak masuk dalam kuota sertifikasi melalui portofolio atau PLPG) maupun bagi guru prajabatan.

Dalam penyelengaraan Program Pendidikan Profesi Guru ini, tidak semua universitas bisa menyelenggarakanya. Seperti yang tertera dalam Pasal 3 ayat (1) Permendiknas Nomor tahun 2009 Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan oleh Kemendikbud. Salah satu universitas yang mengadakan PPG adalah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) “UNY hanya diberi tugas untuk melaksanakan program PPG ini menurut rambu-rambu yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidik dan Tenaga Pendidikan, Ditjen DIKTI. Kriteria dosen dan pengelola yang terlibat, juga mengikuti rambu-rambu ini” terang Drs.Paidi MS,i  selaku dosen UNY ketika di wawancari LPM Figur.

Sistem Rekrutmen dan Seleksi Mahasiswa PPG

Tidak semua lulusan yang mendaftarkan diri ikut serta dalam Pendidikan Profesi Guru bisa diterima begitu saja, karena dalam kaitanya untuk menjadi  peserta PPG tentu memiliki persyaratan yang harus dipenuhi pendaftar. Masukan  program  PPG  terdiri  atas  dua  macam,  yaitu  lulusan  S-1 Kependidikan  dan  lulusan  S-1/D-IV  Non  Kependidikan.  Secara  terperinci kualifikasi akademik calon peserta didik program PPG :

  1. S-1  Kependidikan  yang  sesuai  dengan  program  pendidikan  profesi  yang akan ditempuh;

  1. S-1  Kependidikan  yang  serumpun  dengan  program  pendidikan  profesi yang akan ditempuh, dengan menempuh matrikulasi;

  1. S-1/D-IV  Non  Kependidikan  yang  sesuai  dengan  program  pendidikan profesi yang akan ditempuh, dengan menempuh matrikulasi;

  1. S-1 Psikologi untuk program PPG pada PAUD atau SD, dengan menempuh matrikulasi;

  1. S-1/D-IV  Non  Kependidikan  serumpun  dengan  program  pendidikan profesi yang akan ditempuh, dengan menempuh matrikulasi;

Contoh  program  studi  serumpun  adalah  program  studi  sejarah,  ekonomi, geografi sosial, sosiologi, dan antropologi merupakan rumpun program studi ilmu  pengetahuan  sosial;  dan  program  studi  biologi,  fisika  dan  kimia merupakan rumpun program studi ilmu pengetahuan alam.

Karena semua guru nantinya harus lulusan PPG, maka pemerintah mulai merumuskan cara efektif sebelum PPG diterapkan menyeluruh. Pertama, melalui SM3T yaitu Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Kedua, melalui PPG terintegrasi yang diikuti oleh lulusan SMA dari daerah 3T untuk mengikuti kuliah S-1 pendidikan yang dilanjutkan dengan PPG. Dan ketiga adalah PPG kolaboratif yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan guru SMK produktif yang banyak variasinya dan belum ada lembaga yang meluluskannya di daerah 3T.

Rekrutmen peserta PPG dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1.                  Seleksi  administrasi: 

a.       Ijazah  S-1/D-IV  dari  program  studi  yang terakreditasi, yang sesuai atau serumpun dengan mata pelajaran yang akan  diajarkan 

b.       Transkrip  nilai  dengan  indeks  prestasi    kumulatif minimal  2,75, 

c.         Surat  keterangan  kesehatan, 

d.       Surat  keterangan kelakuan baik, dan

e.        Surat keterangan bebas napza.

2.                   Tes  penguasaan  bidang  studi  yang  sesuai  dengan  program  PPG  yang akan diikuti.

3.                   Tes Potensi Akademik.

4.                   Tes penguasaan  kemampuan berbahasa  Inggris  (English  for academic purpose).

5.                   Penelusuran minat dan bakat melalui wawancara dan observasi kinerja disesuaikan  dengan  mata  pelajaran  yang  akan  diajarkan  serta kemampuan lain sesuai dengan karakteristik program PPG.

6.                  Asesmen  kepribadian  melalui  wawancara/inventory  atau  instrumen asesmen lainnya.

Peserta yang dinyatakan lulus dan diterima dalam program PPG diberikan Nomor  Pokok  Mahasiswa  (NPM)  oleh  LPTK.  Daftar  peserta  yang dinyatakan  lulus  beserta  NPM  selanjutnya  dilaporkan  kepada  Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Keberhasilan  rekrutmen  ini amat  tergantung  kepada kerjasama antara  LPTK penyelenggara program  PPG dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dengan Dinas  Pendidikan/Pemda  serta  stakeholders  lainnya  yang  relevan  untuk memegang teguh prinsip akuntabilitas pengadaan tenaga kependidikan/guru. Setelah mengikuti PPG, maka seorang calon guru akan memperoleh gelar tambahan yaitu Gr yang diletakan setelah gelar sarjana. Hal ini menjadi pelengkap bagi status guru yang sudah dianggap profesional setelah mendapat pendidikan dan tunjangan.

Konsep Perkuliahan PPG

Sistem perkuliahan PPG hanya akan diajarkan ilmu mengajar dan lain sebaginya yang nantinya akan diberikan ketika workshop dan selebihnya akan diterjunkan langsung ke sekolah yaitu PPL. Perkuliahan dalam bentuk workshop SSP (subjeck specific pedagogy) untuk menyiapkan perangkat pembelajaran di Sekolah ( RPP bahan ajar, Media pembelajaran, Evaluasi pembelajaran, dsb), dan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dengan konsep pemantauan langsung secara intensif oleh dosen yang pemantauan langsung secara intensif oleh dosen yang ditugaskan khusus untuk kegiatan tersebut dinilai secara objektif dan transparan. Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) program PPG dilaksanakn pada pencapaian kompentensi merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, menindak lanjuti hasil penilaian serta melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Diadakanya program profesi guru ini tentu sangat penting sekali untuk para calon guru muda di Indonesia agar tenaga kependidikan di negara Indonesia nantinya memiliki kualitas yang baik dan memiliki sertifikat didalam mengajar. Karena memang seperti fakta yang ada pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan pendidikan di negara lain sangat jauh sekali.Oleh sebab itul, PPG ini diharapkan mampu menghasilkan seorang pendidik yang benar-benar profesional dalam mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.

PPG, dilemakah ?

PPG merupakan isu hangat yang banyak diperbincangkan di akademisi. Lulusan kependidikan dan non-kependidikan diberbagai perguruan tinggi memiliki kesempatan menjadi guru profesional. Sehingga banyak mahasiswa dari lulusan kependidikan tidak sejalan atau tidak setuju dengan diadakanya PPG. PPG yang dicamkan pemerintah, tenyata menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kubu. Bagi mereka yang tidak setuju dengan terselenggaranya PPG berdalih bahwa profesi guru membutuhkan panggilan jiwa, pengabdian, tidak instan, perlu proses, bukan profesi “sampah” atau opsi kedua setelah tidak mendapat profesi lain. Miris jadinya, bila lulusan kependidikan yang sudah menempuh pendidikan guru bertahun-tahun, disandingkan dengan lulusan nonkependidikan yang sama sekali belum mengetahui seluk-beluk pendidikan secara utuh. Selain itu, lulusan nonkependidikan selama kuliah tidak dibekali kemampuan didaktik dan metodik dalam pembelajaran, teori-teori belajar, strategi pembelajaran, dan pengetahuan mengenai perkembangan peserta didik yang cukup. Khawatirnya justru malapraktik pendidikan marak nantinya.  Namun dalam asumsi lain, PPG dipandang oleh sebagian elemen masyarakat terutama di bidang akademis.  “PPG sebagai lahan dimana seorang guru mampu  mengembangkan pola mengajarnya agar lebih matang lagi dan benar-benar menjadi profesional yang betul profesional, sehingga pendidikan Indonesia memang benar-benar berkualitas dengan adanya program PPG” Tutur syarif Hidayatulloh salah satu mahasiswa PGSD FKIP UMS yang setuju dengan diadakanya program PPG. Dalam menerapkan progam PPG, pemerintah semestinya berpikir matang bagimana nasib calon guru dari sarjana kependidikan yang tidak lolos PPG. Apakah perlu ada seleksi lain,Ataukah hendak dilakukan seleksi mandiri khusus sarjana kependidikan. Padahal mereka sudah berjuang sepenuh tenaga untuk benar-benar menjadi guru dari awal. Mengingat banyak sarjana kependidikan terganjal dengan regulasi ini, di sisi lain mereka masih memiliki asa besar untuk menjadi guru yang “benar-benar” guru. Lalu apakah PPG memang mendesak diberlakukan?  Padahal masih banyak cara lain untuk membentuk guru lebih dari profesional. Bukankah lebih baik pemerintah memaksimalkan dulu empat kompetensi guru dan progam yang sudah ada. Sehingga dalam pelaksanaannya, esensi dan maksud PPG tidak bias.Dan apakah pemerintah abai, bahwa masih banyak sarjana lulusan kependidikan yang belum terakomodir menjadi guru. Apakah dengan dibukanya program PPG yang membolehkan lulusan nonkependidikan menjadi guru, tidak menimbulkan “tsunami” guru di kemudian hari?

Akhirnya, terlepas pro dan kontra progam PPG, mari kita dukung upaya pemerintah. Sehingga kita berharap PPG bisa menjadi solusi carut marutnya pengelolaan guru di Indonesia, bukan justru menjadi biang keladi gagalnya langkah membentuk Indonesia yang lebih cerdas dan bermartabat dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional. Aamiin

*dilansir dari hasil wawancara dan berbagai sumber





Ads Inside Post