Pendidikan
Profesi Guru (PPG), Biang Keladi atau
Solusi?
Oleh
: {Rais Syakur ,Bima, Indro, Anggraini)
Guru profesional
adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukan kemampuanya yang
ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi
substansi atau bidang study yang sesuai dengan ilmunya. Sehingga calon guru
harus disiapkan untuk menjadi guru profesional melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG).
PPG
merupakan pertaruhan terakhir LPTK ?
Akhir-akhir ini Pendidikan
Profesi Guru atau sering dikenal dengan PPG sudah mulai menjamur di telinga
masyarakat semua, khususnya mahasiswa FKIP maupun non FKIP. Pendidikan Profesi
Guru sendiri merupakan program pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
guna mempersiapkan lulusan S-1 Kependidikan dan S-1 / D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat
untuk menjadi guru dengan harapan agar mampu menguasai kompetensi guru secara
utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan. Seiring dengan adanya tuntutan
oleh zaman, tenaga kependidikan atau guru juga diharapkan mampu mengikuti arus
perkembangan zaman dengan cara menjadi guru yang berkualitas. Oleh sebab itu, Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewajibkan
seluruh mahasiswa baik lulusan kependidikan ataupu non kependidikan yang ingin
menjadi guru untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Tujuan utama dalam
penyelenggaraan PPG ini adalah untuk menghasilkan calon guru yang memiliki
kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindak lanjuti
hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik;
mampu melakukan penelitian dan mengembangkan profesionalitas secara
berkelanjutan.
Seperti yang
tercantum di dalam Permendikbud Nomor 87 tahun 2013 tentang Program Profesi
Guru, Sertifikat pendidik akan diberikan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) ketika seorang pendidik mengikuti Program Profesi Guru(PPG)
, jadi setelah mahasiswa kependidikan telah lulus dan mendapatkan gelar strata
1 tidak akan langsung mendapatkan Sertifikat pendidik atau yang lebih dikenal
dengan istilah akta empat, melainkan harus mengikuti program Pendidikan Profesi
Guru (PPG) selama 1 tahun terlebih dahulu.
Ada beberapa hal yang
membuat program PPG ini menarik. Pertama, PPG merupakan “pertaruhan terakhir” LPTK
sebagai lembaga penghasil tenaga kependidikan. Setelah berbagai upaya
peningkatan kompetensi guru melalui berbagai kegiatan dan program, termasuk
Sertifikasi dengan Portofolio maupun Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG), yang dinilai belum memberikan perubahan secara signifikan, maka PPG
diharapkan benar-benar mampu menghasilkan guru-guru profesional di masa depan.
Mengingat Sertifikasi melalui Portofolio dan PLPG akan berakhir pada tahun
2015, maka persyaratan untuk menempuh sertifikasi melalui program PPG ini
hukumnya wajib, baik bagi guru dalam jabatan (yang tidak masuk dalam kuota
sertifikasi melalui portofolio atau PLPG) maupun bagi guru prajabatan.
Dalam penyelengaraan
Program Pendidikan Profesi Guru ini, tidak semua universitas bisa menyelenggarakanya.
Seperti yang tertera dalam Pasal 3 ayat (1) Permendiknas Nomor tahun 2009
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan yang memenuhi
persyaratan dan ditetapkan oleh Kemendikbud. Salah satu universitas yang
mengadakan PPG adalah Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) “UNY hanya diberi tugas untuk melaksanakan program PPG ini menurut
rambu-rambu yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidik dan Tenaga Pendidikan,
Ditjen DIKTI. Kriteria dosen dan pengelola yang terlibat, juga mengikuti
rambu-rambu ini” terang Drs.Paidi MS,i selaku dosen UNY ketika di wawancari LPM
Figur.
Sistem
Rekrutmen dan Seleksi Mahasiswa PPG
Tidak
semua lulusan yang mendaftarkan diri ikut serta dalam Pendidikan Profesi Guru
bisa diterima begitu saja, karena dalam kaitanya untuk menjadi peserta PPG tentu memiliki persyaratan yang
harus dipenuhi pendaftar. Masukan program PPG terdiri atas dua
macam, yaitu lulusan S-1 Kependidikan dan
lulusan S-1/D-IV Non Kependidikan. Secara
terperinci kualifikasi akademik calon peserta didik program PPG :
S-1
Kependidikan yang sesuai dengan program
pendidikan profesi yang akan ditempuh;
S-1
Kependidikan yang serumpun dengan program
pendidikan profesi yang akan ditempuh, dengan menempuh matrikulasi;
S-1/D-IV
Non Kependidikan yang sesuai dengan
program pendidikan profesi yang akan ditempuh, dengan menempuh
matrikulasi;
S-1 Psikologi
untuk program PPG pada PAUD atau SD, dengan menempuh matrikulasi;
S-1/D-IV
Non Kependidikan serumpun dengan
program pendidikan profesi yang akan ditempuh, dengan menempuh
matrikulasi;
Contoh program studi
serumpun adalah program studi sejarah, ekonomi,
geografi sosial, sosiologi, dan antropologi merupakan rumpun program studi
ilmu pengetahuan sosial; dan program studi
biologi, fisika dan kimia merupakan rumpun program studi ilmu
pengetahuan alam.
Karena semua guru nantinya harus lulusan PPG, maka
pemerintah mulai merumuskan cara efektif sebelum PPG diterapkan menyeluruh.
Pertama, melalui SM3T yaitu Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan,
Terluar, dan Tertinggal. Kedua, melalui PPG terintegrasi yang diikuti oleh
lulusan SMA dari daerah 3T untuk mengikuti kuliah S-1 pendidikan yang
dilanjutkan dengan PPG. Dan ketiga adalah PPG kolaboratif yang diperuntukkan
guna memenuhi kebutuhan guru SMK produktif yang banyak variasinya dan belum ada
lembaga yang meluluskannya di daerah 3T.
Rekrutmen peserta PPG dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1.
Seleksi
administrasi:
a. Ijazah S-1/D-IV dari program
studi yang terakreditasi, yang sesuai atau serumpun dengan mata pelajaran
yang akan diajarkan
b. Transkrip
nilai dengan indeks prestasi kumulatif
minimal 2,75,
c. Surat keterangan kesehatan,
d. Surat keterangan
kelakuan baik, dan
e. Surat
keterangan bebas napza.
2.
Tes penguasaan bidang
studi yang sesuai dengan program PPG yang
akan diikuti.
3.
Tes Potensi Akademik.
4.
Tes penguasaan kemampuan berbahasa
Inggris (English for academic purpose).
5.
Penelusuran minat dan bakat melalui wawancara
dan observasi kinerja disesuaikan dengan mata pelajaran
yang akan diajarkan serta kemampuan lain sesuai dengan
karakteristik program PPG.
6.
Asesmen
kepribadian melalui wawancara/inventory atau instrumen
asesmen lainnya.
Peserta yang dinyatakan lulus dan diterima dalam program PPG diberikan
Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) oleh LPTK.
Daftar peserta yang dinyatakan lulus beserta
NPM selanjutnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdiknas. Keberhasilan rekrutmen ini amat
tergantung kepada kerjasama antara LPTK penyelenggara program
PPG dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dengan Dinas Pendidikan/Pemda
serta stakeholders lainnya yang relevan untuk
memegang teguh prinsip akuntabilitas pengadaan tenaga kependidikan/guru.
Setelah mengikuti PPG, maka seorang calon guru akan memperoleh gelar tambahan
yaitu Gr yang diletakan setelah gelar sarjana. Hal ini menjadi pelengkap bagi status
guru yang sudah dianggap profesional setelah mendapat pendidikan dan tunjangan.
Konsep Perkuliahan PPG
Sistem perkuliahan PPG hanya akan diajarkan ilmu mengajar
dan lain sebaginya yang nantinya akan diberikan ketika workshop dan selebihnya
akan diterjunkan langsung ke sekolah yaitu PPL. Perkuliahan dalam bentuk
workshop SSP (subjeck specific pedagogy)
untuk menyiapkan perangkat pembelajaran di Sekolah ( RPP bahan ajar, Media
pembelajaran, Evaluasi pembelajaran, dsb), dan Praktek Pengalaman Lapangan
(PPL) dengan konsep pemantauan langsung secara intensif oleh dosen yang
pemantauan langsung secara intensif oleh dosen yang ditugaskan khusus untuk
kegiatan tersebut dinilai secara objektif dan transparan. Praktek Pengalaman
Lapangan (PPL) program PPG dilaksanakn pada pencapaian kompentensi merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, menindak lanjuti
hasil penilaian serta melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Diadakanya program profesi guru ini tentu sangat penting
sekali untuk para calon guru muda di Indonesia agar tenaga kependidikan di
negara Indonesia nantinya memiliki kualitas yang baik dan memiliki sertifikat
didalam mengajar. Karena memang seperti fakta yang ada pendidikan di Indonesia dibandingkan
dengan pendidikan di negara lain sangat jauh sekali.Oleh sebab itul, PPG ini
diharapkan mampu menghasilkan seorang pendidik yang benar-benar profesional
dalam mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi.
PPG, dilemakah ?
PPG merupakan isu hangat yang banyak diperbincangkan di
akademisi. Lulusan kependidikan dan non-kependidikan diberbagai perguruan
tinggi memiliki kesempatan menjadi guru profesional. Sehingga banyak mahasiswa
dari lulusan kependidikan tidak sejalan atau tidak setuju dengan diadakanya
PPG. PPG yang
dicamkan pemerintah, tenyata menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kubu. Bagi
mereka yang tidak setuju dengan terselenggaranya PPG berdalih bahwa profesi
guru membutuhkan panggilan jiwa, pengabdian, tidak instan, perlu proses, bukan
profesi “sampah” atau opsi kedua setelah tidak mendapat profesi lain. Miris
jadinya, bila lulusan kependidikan yang sudah menempuh pendidikan guru
bertahun-tahun, disandingkan dengan lulusan nonkependidikan yang sama sekali
belum mengetahui seluk-beluk pendidikan secara utuh. Selain itu, lulusan
nonkependidikan selama kuliah tidak dibekali kemampuan didaktik dan metodik
dalam pembelajaran, teori-teori belajar, strategi pembelajaran, dan pengetahuan
mengenai perkembangan peserta didik yang cukup. Khawatirnya justru malapraktik
pendidikan marak nantinya. Namun dalam
asumsi lain, PPG dipandang oleh sebagian elemen masyarakat terutama di bidang
akademis. “PPG sebagai lahan dimana seorang guru mampu mengembangkan pola mengajarnya agar lebih
matang lagi dan benar-benar menjadi profesional yang betul profesional,
sehingga pendidikan Indonesia memang benar-benar berkualitas dengan adanya
program PPG” Tutur syarif Hidayatulloh salah satu mahasiswa PGSD FKIP UMS
yang setuju dengan diadakanya program PPG. Dalam menerapkan progam PPG, pemerintah semestinya berpikir matang bagimana
nasib calon guru dari sarjana kependidikan yang tidak lolos PPG. Apakah perlu
ada seleksi lain,Ataukah hendak dilakukan seleksi mandiri khusus sarjana
kependidikan. Padahal mereka sudah berjuang sepenuh tenaga untuk benar-benar
menjadi guru dari awal. Mengingat banyak sarjana kependidikan terganjal dengan
regulasi ini, di sisi lain mereka masih memiliki asa besar untuk menjadi guru
yang “benar-benar” guru.
Lalu apakah PPG memang mendesak diberlakukan?
Padahal masih banyak cara lain untuk
membentuk guru lebih dari profesional. Bukankah lebih baik pemerintah memaksimalkan
dulu empat kompetensi guru dan progam yang sudah ada. Sehingga dalam
pelaksanaannya, esensi dan maksud PPG tidak bias.Dan apakah pemerintah abai,
bahwa masih banyak sarjana lulusan kependidikan yang belum terakomodir menjadi
guru. Apakah dengan dibukanya program PPG yang membolehkan lulusan
nonkependidikan menjadi guru, tidak menimbulkan “tsunami” guru di kemudian
hari?
Akhirnya, terlepas pro dan kontra progam PPG, mari kita dukung upaya
pemerintah. Sehingga kita berharap PPG bisa menjadi solusi carut marutnya
pengelolaan guru di Indonesia, bukan justru menjadi biang keladi gagalnya
langkah membentuk Indonesia yang lebih cerdas dan bermartabat dalam rangka
menyukseskan pembangunan nasional. Aamiin
*dilansir dari hasil wawancara dan berbagai sumber
No comments:
Post a Comment