PAHLAWAN DALAM
KEKERINGAN
IDENTITAS
BUKU 1
Judul
Buku : Kemarau
Pengarang : A.A. Navis (17 November 1924)
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1957; Cetakan II, 1977
SINOPSIS
Musim kemarau panjang membuat
penduduk desa mengeluh dan berputus asa. Sawah-sawah menjadi kering dan
panasanya matahari terus memanggang desa itu. Namun, keputusasaan penduduk
tidak disertai dengan usaha. Mereka lebih senang bermain kartu di lepau-lepau
daripada berusaha untuk membuat sawah mereka tetap hidup. Lain halnya Sutan
Duano, dua kali sehari ia mengairi sawahnya agar tetap hidup meskipun Ia harus
bersusah payah bolak-balik dari danau ke sawah demi mendapatkan air.
Sutan Duano adalah seorang pendatang
baru di desa itu. Ia tinggal di sebuah surau atas izin Wali Negeri. Pada mulanya,
ia adalah seorang yang tertutup. Ia hidup menyisih. Suatu ketika datang Haji
Tumbijo, salah seorang pemimpin revolusi akibat perang membuat beliau mengungsi
ke desa itu dan tinggal bersama Sutan Duano. Kedatangan Haji Tumbijo, yang
masih bersaudara dengan Sutan Duano, mampu mengubah Sutan Duano dan
menjadikannya panutan penduduk desa.
Sebagai panutan penduduk desa, Sutan
Duano menggunakan pengaruhnya untuk mengubah cara hidup serta pola pikir
penduduk yang beku. Sutan Duano melakukan berbagai usaha agar penduduk
mengikuti apa yang selama ini telah ia lakukan untuk mempertahankan tanaman
padi agar tidak mati. Dihubunginya orang-orang penting di desa itu.
Diceramahinya ibu-ibu dalam pengajian yang diadakan di suraunya. Namun, semua
warga menganggap apa yang dilakukan Sutan Duano adalah hal yang sia-sia.
Sehingga Sutan Duano melakukan apa yang
diyakininya itu sendirian.
Namun kesendirian Sutan Duano dalam
mengairi sawahnya tidak berlangsung lama karena ia ditemani seorang bocah
kecil, Acin namanya. Mereka saling bekerjasama dan saling bergantian untuk
mengairi sawah, namun hal tersebut justru menimbulkan gunjingan yang tidak
sedap. Penduduk beranggapan hal tersebut digunakan Sutan Duano untuk mengambil
hati Gundam, Ibu Acin, seorang janda yang sudah lama ditinggal mati suaminya.
Gunjingan tersebut semakin berkembang semenjak seorang janda lain yang menyukai
Sutan Duano menaggapi.
Persoalan semakin melebar ketika
Sutan Duano menerima telegram dari Masri, telegram tersebut berisi bahwa
anaknya merindukan serta menginginkan ayahnya datang ke Surabaya. Dilema datang
menghampiri Sutan Duano, disatu sisi ia ingin bertemu dengan anaknya yang sudah
ia sia-siakan selama dua puluh tahun. Namun, disisi lain ia tak ingin
meninggalkan Acin sendirian karena ia merasa tugasnya belum selesai. Seperti
halnya penduduk desa, mereka merasa takut jika Sutan Duano meninggalkan mereka.
Penduduk desa tersebut sudah menyadari bahwa apa yang diusahakan oleh Sutan
Duano memang ada benarnya, baik tentang ajaran agama yang selama ini mereka
salah tafsirkan serta upaya Sutan Duano untuk mempertahankan tanaman padi agar
tidak mati. Ketika melihat keadaan di desanya yang kurang enak hingga akhirnya
Sutan Duano menetapkan hatinya untuk pergi ke Surabaya. Ia beranggapan dengan
cara pergi ke Surabaya akan mengobati rasa rindunya terhadap sang anak serta
menghindari gunjingan yang beredar tentang dirinya, kenyataan yang ada justru
membuat Sutan Duano seperti menelan pil yang sangat pahit. Sutan Duano sangat
marah ketika mengetahui Mertua Masri ternyata bekas istrinya, serta tindakan
bekas istrinya yang menikahkan sesama saudara.
Sutan Duano bersikeras untuk
memberitahukan perihal adanya ikatan darah dalam perkawinan Masri dan Arni,
sesuatu yang selalu ditutupi Iyah, bekas istrinya. Namun, Iyah menentang serta
mencoba membunuh bekas suaminya dengan cara memukul kepalanya hingga terkapar.
Iyah akan terus memukul kepala Sutan Duano jika Arni tidak merebut kayu dari
tangannya. Hingga akhirnya Iyah meninggal setelah membuka rahasia pernikahan
Masri dan Arni. Masri dan Arni kemudian bercerai dan menikah kembali dengan
pilihan masing-masing. Sutan Duano pun kembali ke desa yang ia tempati selama
ini serta melangsungkan pernikahan dengan Gundam. Ia juga tetap memperjuangkan
usahanya selama ini serta menegakkan keyakinan untuk mengubah pola pikir
masyarakat yang beku, tidak peduli dengan lingkungan.“Hidup berjuang dengan
keikhlasan adalah jalan untuk menemui Tuhan Yang Maha Esa.” (Hlm. 117).
ULASAN:
Kemarau adalah novel pertama karya
A.A.Navis setelah cerpennya yang terkenal Robohnya Surau Kami (1956) serta
mendapat banyak sorotan, tanggapan dari para kritikus sastra. Kemarau
menceritakan kegigihan seorang tokoh yang bernama Sutan Duano. Sebenarnya
tersirat sebuah kritikkan untuk para petani yang tak mau berpikir ketika
masalah datang melanda sawah-sawah mereka. Para petani hanya mengeluh serta
menanti datangnya hujan atau melakukan kegiatan yang tidak ada manfaatnya
sperti berjudi tanpa adanya usaha untuk mengairi sawah-sawah mereka agar tetap
hidup. Akibatnya mereka dililit hutang, kemiskinan serta kesengsaraan. Selain
itu, pengetahuan tentang keagamaan mereka juga sempit, sering pula seringkali
perbuatan mereka bertentangan dengan
ajaran agama. Serta sikap pasrah akan nasib meskipun mereka belum melakukan
usaha apapun, seperti itulah keadaan yang sedang dihadapi oleh tokoh Sutan
Duano.
Di akhir cerita, dikisahkan bahwa
Masri, anak Sutan Duano, beristrikan anak Sutan Duano sendiri, yang waktu itu
bercerai dengan istrinya, Arni-istri Masri sekarang-masih dalam kandungan
ibunyaa. Jadi, telah terjadi perkawinan inses yang sebenarnya diketahui oleh
Iyah, bekas istri Sutan Duano, ibu kandung Masri dan Arni. Apa yang telah
terjadi pada diri kakak-beradik itu sebenarnya akibat kesalahan kedua orang
tuanya juga. Bahwa perceraian tidak hanya membuat anak-anaknya terlantar,
tetapi juga dapat mendatangkan perkawinan inses, perkawinan sesama saudara.
Dalam hal itulah, Kemarau boleh dikatakan menampilkan tema baru dalam novel
Indonesia modern.
Sejauh ini, studi terhadap
karya-karya A.A. Navis lebih banyak membahas tentang cerpen-cerpennya. Sudah
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Jerman, Prancis, Jepang, dan Malaysia
daripada novel-novelnya, seperti Saraswati, Si Gadis dalam Sunyi (1970)
memperoleh hadiah dalam sayembara mengarang UNESCO/IKAPI, 1968. Penelitian yang
cukup mendalam terhadap karya-karya A.A. Navis, baik cerpen maupun novel,
pernah dilakukan B.L. Robbina dan ANU, Australia, dalam tesis berjudul Religion
and Human Issues in the Works of A.A. Navis, a west Sumatran Author.
Yuliana Rahayu/PBI'14
No comments:
Post a Comment