Perihal Sahabat Hatiku
Oleh
: Widya Arum / Matematika’14
Awan
mulai petang, dan kamu tetap sama. Tak ada rasa berlebih, hanya sebatas
sahabat.Ya..sahabat pada umumnya. Aku enggan beranjak mengalihkan pandanganku,
aku tertegun kaku hanya bisa melihatmu.
Namaku
Dini, umurku mulai beranjak menuju usia 19 tahun. Tidak ada yang salah jika aku
mulai terjebak dengan romansa percintaan
remaja pada umumnya. Apanya yang salah? Ada!
Dengan siapa aku mencinta.Perihal cinta, sederhana dan membingungkan.
Berjalan atas nama persahabatan dan dibumbui rasa cinta, cinta sepihak. Cinta
antara sewajarnya wanita dengan laki-laki, cinta yang seharusnya menjadi cinta,
bukan sahabat jadi cinta.
Deo,
cowok supel yang super menyebalkan yang pernah ku temui. Komunikasi antar kita
terjadi karena perdebatan akan konflik-konflik yang ada pada lingkungan sekitar
kita. Kebetulan, Deo merupakan teman SMAku saat duduk dibangku kelas 2. Kini kita terjebak dalam lingkungan yang
sama, ya.. kita duduk di universitas yang sama, meskipun berbeda fakultas. Deo
berada dijurusan Komunikasi dan aku mengambil jurusan Psikologi.
Waktu
semakin berlalu, sedikit demi sedikit topik pembicaraan kita mulai bervariasi,
bukan melulu tentang konflik lingkungan sekitar yang selalu kita perdebatan.
Kita mulai beranjak ke cerita yang lain, tentang kebiasaan, hobi dan bahkan
mengenai hati. “Tresno Jalaran Seko Kulino”, agaknya pepatah jawa ini benar
nyatanya. Benar terjadi padaku..Tapi tidak dengan Deo.
Deo
tipikal orang yang dingin, sangat dingin. Dia orang yang sangat cuek akan hal-hal
tentang asmara. Yang ia pikiran hanya hobi, hobi dan hobi. Kalaupun berbicara
tentang cinta, yang dibicarakan tetaplah sosok yang sama yaitu sosok yang
sempat hadir dihidupnya kala itu..Jelas jawabannya bukan aku. Segala hal
tentang Deo, takada yang terlewati sedikitpun dari pengetahuanku. Aku tau
banyak hal, namun perihal bagaimana Deo terhadapku, entahlah..
Lambat laun berlalu, kita masih tetap dengan posisi yang
sama. Menikmati kesendirian maing-masing. Saling berbagi hal-hal konyol satu
sama lain. Sesekali kita memperdebatkan asmara, dan beberapa kali kita menolak
sangkaan satu sama lain. Kita menikmati posisi seperti ini.
Dalam suatu waktu, tampaknya ada yang berbeda.
Pembicaraan kita lebih banyak perihal asmara. Sedikit bumbu-bumbu celotehan
mengenai hubungan kita, yang entah diiringi dengan hujanan gombalan-gombalan
menjijikannya.haha..
Tidak dapat ku pungkiri, ada hal yang tidak dapat aku
sembunyikan. Ada rasa yang tiba-tiba mengeliat ketika ada ‘aku’ disetiap
perkataannya. Lagi-lagi aku enggan menerima hal-hal asmara yang mengoncangkan
hatiku, sebisa mungkin aku mengelak dan mengalihkan pembicaraan. Namun, hal-hal
seperti ini kerap terjadi akhir-akhir ini. Ada hal aneh yang membuatku berada
diperasaan hambar, antar senang namun tak mengerti..
Nyatanya aku dan Deo tetap berkomunikasi sewajarnya,
tampak bersikap biasa saja dan tak terjadi apapun. Padahal Aku menahan diri
untuk terlihat seperti itu. Deo tetap saja cuek, dia memang paling handal perihal
mengatur hatinya. Aku tahu persis bagaimana dia. Dia mengaku tidak memikirkan
tentang hal-hal asmara atau semacamnya. Ketika aku melontarkan pertanyaan
padanya, yang menjadi sasaran adalah aku. Dia muncul dengan segala
gombalan-gombalannya yang menjijikannya lagi.Semakin hari semakin ekstrim,
antara serius tidak serius, namun mengandung arti yang cukup dalam, bukan
semacam gombalan pasaran.Aku kembali menahan rasaku sendiri, mengelak
pemikiran-pemikran yang tidak semestinya terlintas di otakku.
Suatu ketika, berita hubunganku dan Deo bertebaran.
Beberapa teman kita, memojokkanku perihal hubunganku dengan Deo. Kita tak
begitu mengubris perihal hal-hal seperti itu. Yang aku pahami dan aku pegang
erat yaitu keyakinanku atas ucapan Deo kala itu, “Jangan salah mengartikan
sikapku padamu, Din. Kamu sudah aku anggap teman, teman yang sangat dekat”
Secara tidak langsung kalimat itu telah menjelaskan perihal banyak hal. Yaa
“Teman”. Aku dan Deo hanya sebatas teman, teman yang angat dekat. Kalaupun ada
perasaan yang lebih daripada itu, maka simpanlah sebaik-baiknya dengan tidak memaksakan
kehendak atas yang dirasakan.
Aku masih menata hari, perihal hal-hal yang bukan
semestinya akan aku simpan baik-baik. Takperlu siapapun mengerti, tak perlu Deo
merasakan hal yang sama denganku, asalkan dia tetap disampingku entah sebagai
apapun itu, aku akan merasa baik-baik saja. Kalopun Deo membicarakan tentang
sosok yang bukan aku, itu bukan suatu hal yang patut untuk aku tolak. Aku akan
selalu menjadi pendengar yang baik. Dan tentunya tetap menahan diri untuk
baik-baik saja. BUKAN! Tapi.. menahan diri untuk TERLIHAT baik-baik saja.
Perihal takdirku dengannya, Aku tidak peduli. Aku
menikmati setiap kedekatannku dengannya dengan menjadi sahabat terbaiknya,
pendengar setianya dan pelipur lara ketika dia membutuhkanku..Sungguh.. Aku
mencoba untuk selalu ada. Dengan menjadi siapapun yang terbaik untuknya..
Bersambung...
No comments:
Post a Comment