Translate

Wednesday 15 March 2017

CERPEN

Perihal Sahabat Hatiku
Oleh : Widya Arum / Matematika’14

Awan mulai petang, dan kamu tetap sama. Tak ada rasa berlebih, hanya sebatas sahabat.Ya..sahabat pada umumnya. Aku enggan beranjak mengalihkan pandanganku, aku tertegun kaku hanya bisa melihatmu.

Namaku Dini, umurku mulai beranjak menuju usia 19 tahun. Tidak ada yang salah jika aku mulai terjebak dengan romansa  percintaan remaja pada umumnya. Apanya yang salah? Ada!  Dengan siapa aku mencinta.Perihal cinta, sederhana dan membingungkan. Berjalan atas nama persahabatan dan dibumbui rasa cinta, cinta sepihak. Cinta antara sewajarnya wanita dengan laki-laki, cinta yang seharusnya menjadi cinta, bukan sahabat jadi cinta.

Deo, cowok supel yang super menyebalkan yang pernah ku temui. Komunikasi antar kita terjadi karena perdebatan akan konflik-konflik yang ada pada lingkungan sekitar kita. Kebetulan, Deo merupakan teman SMAku saat duduk dibangku kelas 2.  Kini kita terjebak dalam lingkungan yang sama, ya.. kita duduk di universitas yang sama, meskipun berbeda fakultas. Deo berada dijurusan Komunikasi dan aku mengambil jurusan Psikologi.

Waktu semakin berlalu, sedikit demi sedikit topik pembicaraan kita mulai bervariasi, bukan melulu tentang konflik lingkungan sekitar yang selalu kita perdebatan. Kita mulai beranjak ke cerita yang lain, tentang kebiasaan, hobi dan bahkan mengenai hati. “Tresno Jalaran Seko Kulino”, agaknya pepatah jawa ini benar nyatanya. Benar terjadi padaku..Tapi tidak dengan Deo.

Deo tipikal orang yang dingin, sangat dingin. Dia orang yang sangat cuek akan hal-hal tentang asmara. Yang ia pikiran hanya hobi, hobi dan hobi. Kalaupun berbicara tentang cinta, yang dibicarakan tetaplah sosok yang sama yaitu sosok yang sempat hadir dihidupnya kala itu..Jelas jawabannya bukan aku. Segala hal tentang Deo, takada yang terlewati sedikitpun dari pengetahuanku. Aku tau banyak hal, namun perihal bagaimana Deo terhadapku, entahlah..

            Lambat laun berlalu, kita masih tetap dengan posisi yang sama. Menikmati kesendirian maing-masing. Saling berbagi hal-hal konyol satu sama lain. Sesekali kita memperdebatkan asmara, dan beberapa kali kita menolak sangkaan satu sama lain. Kita menikmati posisi seperti ini.

            Dalam suatu waktu, tampaknya ada yang berbeda. Pembicaraan kita lebih banyak perihal asmara. Sedikit bumbu-bumbu celotehan mengenai hubungan kita, yang entah diiringi dengan hujanan gombalan-gombalan menjijikannya.haha..

            Tidak dapat ku pungkiri, ada hal yang tidak dapat aku sembunyikan. Ada rasa yang tiba-tiba mengeliat ketika ada ‘aku’ disetiap perkataannya. Lagi-lagi aku enggan menerima hal-hal asmara yang mengoncangkan hatiku, sebisa mungkin aku mengelak dan mengalihkan pembicaraan. Namun, hal-hal seperti ini kerap terjadi akhir-akhir ini. Ada hal aneh yang membuatku berada diperasaan hambar, antar senang namun tak mengerti..

            Nyatanya aku dan Deo tetap berkomunikasi sewajarnya, tampak bersikap biasa saja dan tak terjadi apapun. Padahal Aku menahan diri untuk terlihat seperti itu. Deo tetap saja cuek, dia memang paling handal perihal mengatur hatinya. Aku tahu persis bagaimana dia. Dia mengaku tidak memikirkan tentang hal-hal asmara atau semacamnya. Ketika aku melontarkan pertanyaan padanya, yang menjadi sasaran adalah aku. Dia muncul dengan segala gombalan-gombalannya yang menjijikannya lagi.Semakin hari semakin ekstrim, antara serius tidak serius, namun mengandung arti yang cukup dalam, bukan semacam gombalan pasaran.Aku kembali menahan rasaku sendiri, mengelak pemikiran-pemikran yang tidak semestinya terlintas di otakku.

            Suatu ketika, berita hubunganku dan Deo bertebaran. Beberapa teman kita, memojokkanku perihal hubunganku dengan Deo. Kita tak begitu mengubris perihal hal-hal seperti itu. Yang aku pahami dan aku pegang erat yaitu keyakinanku atas ucapan Deo kala itu, “Jangan salah mengartikan sikapku padamu, Din. Kamu sudah aku anggap teman, teman yang sangat dekat” Secara tidak langsung kalimat itu telah menjelaskan perihal banyak hal. Yaa “Teman”. Aku dan Deo hanya sebatas teman, teman yang angat dekat. Kalaupun ada perasaan yang lebih daripada itu, maka simpanlah sebaik-baiknya dengan tidak memaksakan kehendak atas yang dirasakan.

            Aku masih menata hari, perihal hal-hal yang bukan semestinya akan aku simpan baik-baik. Takperlu siapapun mengerti, tak perlu Deo merasakan hal yang sama denganku, asalkan dia tetap disampingku entah sebagai apapun itu, aku akan merasa baik-baik saja. Kalopun Deo membicarakan tentang sosok yang bukan aku, itu bukan suatu hal yang patut untuk aku tolak. Aku akan selalu menjadi pendengar yang baik. Dan tentunya tetap menahan diri untuk baik-baik saja. BUKAN! Tapi.. menahan diri untuk TERLIHAT baik-baik saja.

            Perihal takdirku dengannya, Aku tidak peduli. Aku menikmati setiap kedekatannku dengannya dengan menjadi sahabat terbaiknya, pendengar setianya dan pelipur lara ketika dia membutuhkanku..Sungguh.. Aku mencoba untuk selalu ada. Dengan menjadi siapapun yang terbaik untuknya..


Bersambung...

No comments:

Ads Inside Post