Translate

Wednesday 15 March 2017

CERPEN

Pahit yang menjadi Manis
Oleh : NUR IRMAWANTI / Pend. Matematika’14
Globalisasi memang sangat mempengaruhi perkembangan zaman apalagi bagi aku yang masih menyandang usia remaja menuju tahap kedewasaan. Disinilah masa-masa galau terbentuk. Aku adalah siswa SMA yang hampir lulus tetapi belum mempunyai mimpi yang pasti. Dari mulai SD, SMP hingga SMA aku memiliki mimpi yang hampir selalu berubah-ubah sesuai eksistensi pada saat itu. Tingkat cemas pun semakin meningkat. Bagaimana tidak? Pengumuman kelulusan tinggal tersisa tiga hari sedangkan mimpipun belum aku pegang. 

Pada suatu malam tepatnya pukul 21.30 WIB aku beranjak dari bangku belajar setelah bosan seharian menatap foto SMA. Kemudian aku berjalan ke arah jendela sudut kamar. Menatap langit yang nyaman di atas sana. Bulan dan bintang pun terlihat sangat bersahabat dan cerah ceria. Malam yang sangat indah ini seakan-akan hanya lewat sepintas saja di depan mata. Semua ini karena mimpi yang masih abstrak dalam angan. Tidak lama kemudian tiba-tiba terdengar suara dari sudut belakang sana yang sepertinya suara tepakan kaki. Secara perlahan-lahan suara itu sepertinya semakin terdengar keras mengampiri ku. Tiba saatnya aku langsung menoleh kebelakang untuk menyerang secara cepat dengan meraih tangan yang sudah berada tepat diatas punggung ku. “Awwwww” suara lirih yang aku dengar. Ternyata itu adalah ibu. “maafkan aku bu” (tutur wanti). Hampir saja aku menyerang ibu dengan jurus handal karate yang aku miliki. “ko kamu belum tidur nak?” tanya ibu. “hmmmmmm... tidak apa-apa bu” jawab wanti. aku tidak ingin membuat ibu selalu khawatir dengan permasalahan yang sedang aku hadapi. Akan tetapi dalam hati kecil ku tidak sabar untuk mengatakannya (tutur wanti dalam hati). Pada akhirnya ibu pun bertanya dalam lamunan dua menit itu. “tidak mungkin kalau tidak ada masalah jika kamu bersikap seperti ini” tutur ibu. Memang ibu bisa dibilang sebagai sosok yang perhatian dalam keluarga. Hal ini berbeda dengan sifat ayah yang terlihat begitu cuek dengan kondisi anak-anaknya. Aku sadar bahwa cuek yang ayah berikan dalam artian agar aku bisa menjadi orang yang lebih mandiri dan kuat dalam menghadapi pelik kehidupan. “begini bu wanti masih bingung dengan mimpi yang harus dicapai” jawab wanti. Memang dari dulu impiannya selalu berubah-ubah. Selain menjadi dokter, guru dan pebisnis aku pun pernah bermimpi untuk menjadi polwan. Impian-impian tersebut selalu berubah seiring berjalannya waktu.

Waktupun sudah larut malam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Akhirnya ibu menyuruhku untuk segera tidur dan nantinya bangun di sepertiga malam untuk menunaikan shalat tahajud dan istikharah agar diberikan petunjuk yang baik dan tepat tentang impian itu. “setiap orang pasti mempunyai mimpi”. Hanya kalimat itulah yang aku peroleh dari ibu sebagai penyemangat pada saat ini. Dari situlah aku mulai yakin bahwa ada impian yang harus aku raih. “not immpossible” adalah salah satu kalimat motivasi yang datang dari diriku sendiri.

Ayam-ayam dikandang pun mulai beraksi menunjukkan waktu sudah pagi. Aku pun mulai beranjak dari tempat tidur untuk memulai aktifitas pagi. Tanpa berpikir lama aku langsung bergegas ke dapur untuk mulai membantu ibu di bagian tugas rumah. Tidak heran jika setiap hari kegiatan ku seperti ini. Ibuku adalah seorang pedagang sarapan di pagi hari. Tidak mungkin jika aku berleha-leha di tempat tidur menunggu datangnya sarapan pagi. Aku sibuk dengan kerjaan rumah sedangkan ibu sibuk dengan dagangannya. Hanya itulah tenaga yang bisa aku bantu untuk meringankan tugas ibu.

Tidak lama kemudian ayah pun pamit untuk bergegas menuju ke sawah. Benar.. bahwasanya ayahku adalah seorang petani yang setiap paginya harus segera bergegas ke sawah guna mencari nafkah untuk keluarganya. Tidak lupa juga aku dan ibu selalu mempersiapkannya sarapan untuk dibawanya sebagi bekal. Memang kami dari keluarga sederhana tidak berlimpah harta tapi kami selalu bahagia karena kesederhanaan inilah yang menjadikan kami semua bisa seperti ini. Hidup ku diantara sosok-sosok yang hebat, ibu adalah seseorang yang perhatian dan ayah adalah sosok yang kuat. Dua-duanya seorang yang pekerja keras demi anak-anaknya. Aku adalah anak terakhir dari dua bersaudara. Kakak ku merupakan mahasiswa jurusan teknik  dari universitas terbaik di Indonesia. Ia merupakan salah satu mahasiswa yang mendapatkan beasiswa karena predikat kecerdasannya.

Aku bersama dengan kakak sama-sama mempunyai tekad untuk merubah hidup keluarga menjadi lebih baik. Pada akhirnya aku pun mendapatkan jawaban atas do’a yang selalu saya panjatkan lewat shalat tahajud dan istikharah. Terpampang sangat nyata dalam hatiku bahwasanya untuk meraih mimpi. Jawaban yang aku dapatkan merupakan salah satu mimpi yang pernah menjadi daftar dalam hidupku. Mimpi ini juga merupakan salah satu keinginan dari ayah sejak aku duduk di bangku SD. Namun pada akhirnya semua kembali ke pribadiku lagi. Ibu dan ayah tidak menargetkan agar aku menjadi orang yang mereka inginkan akan tetapi mereka selalu percaya bahwa pilihan yang aku pilih adalah yang terbaik. Maklum jika orang tua ku berfikir seperti itu karena mereka kurang paham dengan jurusan-jurusan perguruan tinggi. Orang tua ku hanya lulusan SD sehingga mereka hanya tahu tentang jurusan-jurusan yang sudah terlihat jelas seperti polwan, dokter dan guru. Pada waktu aku masih duduk dibangku SD ayah berpesan kepada ku agar besok nantinya untuk menjadi seorang polwan. Ayah menggap ku sebagai seseorang yang kuat. Dari situlah diriku mulai yakin dan percaya diri. Sementara ini tidak hanya pendapat dari ayah saja yang aku dapatkan tetapi petunjuk dari Tuhan Pemilik Semesta pun aku genggam atas do’a yang selalu aku panjatkan.

Tiba saatnya pengumuman hasil ujian di depan mata. Keringat terus bercucuran membasahi tubuh. Adrenalin pun ikut meningkat dengan ditemani tangan yang gemeteran, namun disaat saya seperti itu ada sosok ibu yang selalu menenangkan. Ibu duduk tepat disamping saya sebagai wali murid. “sudah nak tidak ada hasil yang menghianati usaha” ucap ibu dengan nada yang pasti. Saya pun mulai sedikit tenang dan akhirnya benar bahwa tidak ada hasil yang menghinati usaha selagi yang di atas menghendaki. Pada akhirnya saya pun lulus dengan nilai yang memuaskan dan sekaligus pada saat itu sebuah mimpi sudah saya pegang dengan pasti.

Setelahnya aku sangat optimis dan semangat untuk meraih mimpi yaitu menjadi seorang polwan. Setiap harinya aku berolahraga guna melatih fisik karena yang aku tahu bahwa untuk menjadi seorang polwan tidak semudah membalikan kedua telapak tangan. Semangat adalah tekad ku sekarang. Setiap harinya di pagi hari aku selalu jogging memutari pedesaan di sekitar rumah. Maklum rumah ku jauh dari stadion yang mewah dan megah. Cukup latihan jogging di sekeliling sawah-sawah yang indah di desa saja. Sungguh luar biasa indahnya udara di pagi hari membuat aku tambah semangat untuk berlari apalagi ditambah pemandangan yang elok di sebelah kanan-kiri ini. Tidak heran jika pagi-pagi saja jalan sudah ramai dipenuhi motor dan pejalan kaki. Mayoritas penduduk di desa ku bermata pencaharian petani dan pedagang. Saling sapa menyapa pun sudah tidak asing lagi ketika berpapasan bahkan katanya sudah menjadi budaya. Hal seperti inilah yng menjadikan aku hidup bahagia di desa. Selain itu disamping orangnya ramah tamah sikap rasa sosial pun tinggi.

Dua minggu kemudian keluarga ku mendapatkan musibah. Ayahku yang tadinya sehat bugar tiba-tiba jatuh sakit. Akhirnya porsi kerja ibu pun bertambah yaitu harus merawat ayah. Ditengah-tengah semangat aku berjuang ternyata kondisi ayah sangat tidak memungkinkan. Padahal posisi ku sekarang sedang mendaftar polwan dimana butuh sosok ayah untuk menemani. Bisa dibilang aku masih awam dalam hal pendaftaran seperti ini. Banyak berkas-berkas yang harus dikumpulkan mulai dari legalisir raport SD sampai SMA; legalisir akta kelahiran, KTP, Kartu Keluarga sampai dengan tes SKCK. Semua itu sepertinya tidak mungkin jika aku mengurusnya sendiri. Ibu selalu memberikan semangat agar aku mampu melawati semuanya tanpa bantuan dari orang tua. Dari situlah aku mulai yakin bahwa aku pasti bisa dan berjanji bahwasanya esok hari pasti akan berhasil.

Suatu malam aku menuju kamar ayah yang sedang makan malam bersama dengan ibu. Langkah perlahan aku pun akhirnya tiba di depan ayah dan ibu. Sedih melihat keadaan ayah seperti ini ditengah aku sedang berjuang menjadi polwan. “duduk sini nak” pinta ayah dengan lirih. “maafkan ayah ya nak, ayah tidak bisa menemani kamu berjuang” tutur ayah sambil meneteskan air mata. “tidak apa-apa ayah yang penting ayah cepat sembuh dan do’akan agar wanti berhasil meraih mimpi yang ayah inginkan” jawab wanti dengan tegar.” Ayah, ibu.. besok wanti tes penyeleksian polwan di semarang do’a kan wanti ya semoga sukses” tutur wanti. “doa ibu dan bapak selalu menyertaimu nak” tutur ibu. Suasana terharu pun tambah terasa ketika semuanya saling berpelukan.

Keesokan harinya akhirnya aku sampai di ibukota jawa tengah yaitu Semarang. Tanpa menyia-nyiakan waktu maka aku langsung bergegas menuju ke ruang tes. Antusias dari pendaftar sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan penuhnya volume ruang tes. Mayoritas dari mereka semuanya didampingi orang tuanya, berbeda dengan aku yang berangkat sendirian dari Brebes menuju Semarang. Bagi ku mendaftar sendirian bukanlah masalah tetapi yang penting berhasil tidaknya dari suatu perjuangan. Aku senang walaupun tanpa di dampingi ayah dan ibu tetapi saya bisa sampai disini. Bekal semangat dan pantang menyerah yang selalu aku ingat dari mereka. Aku mempunyai tekad bahwasanya ketika pulang harus membawa hasil yang baik. Seminggu kemudian akhirnya tahap tes pun telah selesai.

Pukul 20.00 aku sampai dirumah. Kedatangan kau pun disambut bahagia oleh ibu dan ayah. “ibu, ayah alhamdulillah tes telah selesai tinggal menunggu lima hari hasil tes akan diumumkan” kata wanti. “semoga hasilnya tidak menghianati usaha mu ya nak” tutur ibu dan ayah. Kalimat itulah yang selalu keluar dari perkataan ibu dan ayah setelah aku menyelesaikan misi. “aminnn Ya Rabb” jawab wanti.

Lima hari memang sungguh tidak terasa, akhirnya hasil tes pun telah di umumkan melalui websate pendaftaran. Ini adalah ke-dua kalinya aku dibikin panik dalam hal pengumuman setelah pengumuman Ujian Nasional. Aku berharap hasilnya pun sesuai dengan harapan karena aku ingin hasil ini adalah kado terindah untuk ayah yang sedang berjuang melawan rasa sakit stroke. Tepat pukul 16.00 aku pamit keluar rumah untuk pergi ke warnet untuk mengetahui hasil pengumumannya. Tidak lupa aku membuka websetnya dengan bacaan basmalah sambil mengetik nama dan ID pendaftarannya. Disitu tertuliskan selamat kepada saudari Nur Irmawanti anda telah lulus tes dan resmi menempuh pendidikan polwan di Semarang. Sungguh perasaan ku menjadi bercampur aduk entah antara senang, bahagia dan terharu yang sedang aku rasakan. Hanya bermodal uang Rp 3.500/jam akhirnya hasil tes bisa diketahui. Kemudian aku langsung bergegas pulang dengan berlari kencang membawa kabar gembira untuk keluarga terkhusus untuk ayah. “assalamu’alaikum” kata wanti. “wa’alaikumsalam” jawab ibu dan ayah. Aku pun langsung memeluk mereka dengan pelukan yang sangat erat dibalut kesenangan yang luar biasa. “ibu, bapak alhamdulillah wanti berhasil meraih mimpi untuk menempuh pendidikan polwan di Semarang dan kado ini aku persemabahkan untuk ayah” tutur wanti sambil mengusap air matanya. “terimakasih nak semoga dengan kado ini ayah bisa lekas sembuh” jawab ayah. “kamu memang anak yang hebat nak” kata ibu. “terimakasih ibu dan ayah tanpa kalian wanti tidak bisa seperti ini” kata wanti.


Keesokan harinya ayah langsung sembuh. Akhirnya aku, ibu dan ayah bisa hidup bahagia dan ayah bisa bekerja seperti semula. “Terimakasih Ya Rabb...”

No comments:

Ads Inside Post