Translate

Wednesday 22 March 2017

CERPEN


Kisah ini berawal dibawah bentangan langit biru kota Solo.
Takada yang istimewa, hanyasajatersimpanimpian yang begitu dalam,,
Tentang asa yang mengandung makna,,
Tentang keajaiban ditengah keterpurukan,,
Antara dua insan,,
Yang memiliki satu harapan,,

            Angin berhembus begitu lembut, menerpa wajah manis seorang gadis SMA yang kini tengah merenungkan hidupnya yang begitu sepi. Sepi bukan karena ia tak memiliki orang tua, bukan karena ia kekurangan harta, bukan pula ia tak memiliki teman untuk berbagi suka dan duka. Ya,, semua itu ia miliki, hanya saja semua seakan tak nampak normal. Bagaimana tidak? Jikalau orang tua yang ia miliki tak menganggap bahwa ia ada, tak mengharapkan kehadirannya. Teman pun yang kini ia tahu, ternyata hanya sebagai bayangan saja, hanya seseorang yang dibayar orang tuanya. Kekasih? Membayangkannya saja ia tak mampu.

            Huufft,,
Kesekian kalinya ia menarik nafas panjang, lelah akan beban yang selama ini ia jalani. Sering kali ia bertanya pada benaknya, “mengapa aku terlahir tanpa kaki?”. Pertanyaan itu yang kerap kali terlintas dipikirannya. Menurutnya, mungkin saja jika ia memiliki kaki orang tuanya akan menerima kehadirannya, teman pun mungkin akan dating menghampirinya, dan mungkin ia telah memiliki kekasih seperti temannnya yang lain. Ia sadar, bahwa hidup yang telah ia jalani ternyata begitu hampa, tak memiliki arti sama sekali.

“ara,, kenapa masih di luar? Ga masuk kelas?”sapaan dari seorang wanita paruh baya yang dikenal sebagai guru BK itu membuyarkan lamunan Aralyn Zaina Maheswari yang biasa dipanggil ara. Gadis itu hanya tersenyum, kemudian berlalu, dengan tangannya ia berjalan.
***
Saat Ara memasuki ruang kelasnya, ia melihat bu Indira dengan seorang anak perempuan yang sepertinya murid baru. Murid baru itu mengenakanj ilbab, selebihnya ia terlihat normal seperti murid lainnya.
 “Ara, kenapa masih disitu? Ayuk masuk” bu Indira baru menyadari kehadiran Ara setelah murid baru itu memperkenalkan diri. “ouh iya Ara, tolong bombing Miela di kursi sampingmu ya”. Awalnya Ara bingung akan pernyataan dari bu Indira, namun kemudian ia baru menyadari saat ia melihat tongkat yang di bawa murid baru itu. Bahwa murid baru itu ternyata buta.
            “hai,, namamu Ara kan? Perkenalkan namaku Miela” murid baru itu memperkenalkan diri seraya tersenyum kearah Ara, setelah bel pulang sekolah berbunyi. “ah,, iya” ucap Ara seadanya. “rumah mu dimana? Mau pulang bareng?” Tanya Miela kembali, cerewet sekali piker Ara. ”aku dijemput supir” “yaudah kalau begitu, bareng sampai gerbang aja” Miela tersenyum.  Tanpa menunggu jawaban dari Ara,  Miela membantu Ara turun dari kursinya.
“Kamu buta tapi kamu tau aku ga punya kaki?”Ara heran saat Miela membantunya.
“Aku buta, tapi bukan berarti selamanya aku ga tau keadaan di sekelilingku” Miela kembali tersenyum menanggapi pertanyaan dari Ara, tanpa tersirat rasa tersinggung di wajahnya.
            Tanpa kata Ara berjalan beriringan dengan Miela, ia hanya mendengarkan Miela yang ternyata sangat cerewet itu.


Bersambung…


Fitri A/Math'14

No comments:

Ads Inside Post