Mengatasi Disleksia pada Anak
Ully Kusumas Ruroh/PGSD’14
Di
setiap sekolah pasti memiliki anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Kesulitan dalam belajar yang di alami anak satu dengan anak yang lain
berbeda-beda tergantung ciri-ciri yang dimunculkan anak. Salah satu gangguan
yang di alami anak adalah kesulitan dalam membaca, memahami kata-kata.
Kesulitan membaca atai disleksia merupakan gangguan kognitif yang berupa
ketidakmampuan anak dalam membaca.
Kesulitan membaca atau disleksia
berasala dari Yunani, “dys” berarti
sulit dalam dan “lex” berarti
berbicara. Maka disleksia berarti kesulitan dalam hal kata atau kesulitan
membaca. Sering kali orang tua beranggapan kalo anak belum bisa lancer membaca maka anak dianggap bodoh atau
tertinggal. Kemampuan membaca anak normal muncul sejak umur 6-7 tahun, namun
anak yang memiliki gangguan dalam membaca tidak mampu.
Anak disleksia tidak selamanya tidak
bisa membaca. Apabila mendapat penaganan yang tepat dan intensif, anak
disleksia akan dapat membaca seperti anak normal. Menurut Suparno disleksia
merupakan kesulitan membaca baik membaca pemulaan maupun pemahaman. Oleh karena
itu salah satu masalah yang dihadapai anak disleksia adalah membaca. Kesulitan
dalam disleksia dapat di katagorikan menjadi dua yaitu (1) kesulitan membaca
primer, yang terjadi akibat kelainan biologis otak, (2) kesulitan membaca
sekunder, yang disebabkan faktor seperti persepsi, kepribadian yang salah suai,
pembelajaran di sekolah.
Anak disleksia menunjukkan kebiasaan
membaca tidak wajar seperti adanya gerakan- gerakan membaca yang penuh
ketegangan seperti gelisah, irama suara meninggi, menggigit bibir. Selain itu
anak ragu-ragu dalam membaca sehingga membacanya tersendat-sendat. Anak yang
ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan kesalahan, karena guru menganggap
hal itu sebagai kebiasaan yang tidak baik sehingga guru berupaya
memperbaikinya.
Kesulitan adalah kondisi yang ditandai
dengan adanya hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut dapat disadari dan
mungkin juga tidak di sadarai, seperti keterlambatan dalam membaca orang tua
dan guru terkadang tidak menyadari bahawa hal tersebut dapat menggaggu
kecerdasan anak pada jenjang berikutnya. Sehingga anak yang mengalami
keterlambatan dalam proses belajar membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan
dengan anak yang lain.
Namun hal yang perlu di perhatikan
dalam menandai anak yang mengalami kesulitan belajar diperlukan suatu patokan
atau kriteria untuk menetapkan kesulitan belajar.
Patokan dalam kesulitan belajar
dapat ditentukan melalui tingkah laku yang nampak. Seperti anak yang tidak
berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola tingkah laku yang menyimpang,
misalnya sikap acuh tak acuh, melalikan tugas, menentang, atau gangguan
emosional lainnya.Selain menentukan patokan atau kriteria guru dapat
mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar dengan cara menadai
murid dalam satu kelas. Guru dapat melakukan observasi pada saat murid dalam
proses belajar mengajar. Misalnya mengamati tingkah laku kebiasaan murid dalam
mengikuti pembelajaran, menayakan kepada teman satu kelas atau satu bangku.
Guru kelas dapat memperkirakan
sebab-sebab kesulitan dalam belajar. Misalnya kesulitan membaca (disleksia)
yang dialami seorang murid bisa di sebabkan karena penglihatan jauh/ farsighted, maka guru tidak dapat
memberikan bantuan kepadanya, meskipun memberikan jam tambahan untuk latihan
membaca. Menurut Abdurrahman faktor penyebab kesulitan dikelompokkan menjadi
dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan
dengan disfungsi neurologis, sedangkan faktor eksternal , yaitu strategi
pembelajaran keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak memotivasi anak.
Anak kesulitan belajar membaca
sering memperlihatkan kebiasan membaca tidak wajar. Anak memperlihatkan
gerakan-gerakan membaca yang penuh tegangan seperti gelisah, irama suara
meninggi, menggigit bibir. Anak juga memperlihatkan adanya perasaan tidak aman
ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, pada saat membaca
sering terjadi pengulangan atau ada baris yang terlompat karena sering
kehilangan jejak. Mereka juga memperlihatkan gerakan kepala kearah kanan atau
ke kiri, kadang- kadang meletakkan kepala pada buku.
Anak yang mengalami kesulitan
belajar membaca (disleksia) sering mengalami kekeliruan dalam membaca kata.
Kekeliruan tersebut dapat berupa pengurangan, penggantian, penambahan kata,
salah ucap dan sebagainya. Gejala keraguan dalam membaca nampak pada saat anak
berhenti membaca karena tidak dapat mengucapkan kata tersebut ( dihadapkan pada
kata-kata yang tidak di kenal).
Upaya yang dapat dilakukan guru
untuk anak yang mengalami masalah membaca atau disleksia dengan menggunakan
pelatihan yang diberikan kepada anak disleksia. Pelatihan dilakukan dengan cara
menyisihkan waktu untuk mengajarinya. Namu pelatihan ini tidak boleh sampai memasa anak apabila anak dalam kondisi tidak
sehat sehingga berpengaruh terhadap emosionalnya. Pelatihan di lakukan secar
bertahap, bersikap positif dan memberikan hadiah ketika anak membaca dengan
benar.
Selain memberikan pelatihan,
apabila orang tua atau guru sudah menyadari jika anak tersebut mengalami
disleksia maka segera berkonsultasi dengan psikologi. Anak diajarakan untuk
mengeja. Menurut Stone menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses, membaca
bukanlah satu keterampilan yang hanya dibutuhkan satu kali saja di tingkat
dasar melainkan suatu proses perkembangan.
No comments:
Post a Comment