Translate

Wednesday 22 March 2017

ARTIKEL

Mengatasi Disleksia pada Anak

Ully Kusumas Ruroh/PGSD’14

Di setiap sekolah pasti memiliki anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan dalam belajar yang di alami anak satu dengan anak yang lain berbeda-beda tergantung ciri-ciri yang dimunculkan anak. Salah satu gangguan yang di alami anak adalah kesulitan dalam membaca, memahami kata-kata. Kesulitan membaca atai disleksia merupakan gangguan kognitif yang berupa ketidakmampuan anak dalam membaca.
Kesulitan membaca atau disleksia berasala dari Yunani, “dys” berarti sulit dalam dan “lex” berarti berbicara. Maka disleksia berarti kesulitan dalam hal kata atau kesulitan membaca. Sering kali orang tua beranggapan kalo anak belum bisa  lancer membaca maka anak dianggap bodoh atau tertinggal. Kemampuan membaca anak normal muncul sejak umur 6-7 tahun, namun anak yang memiliki gangguan dalam membaca tidak mampu.
Anak disleksia tidak selamanya tidak bisa membaca. Apabila mendapat penaganan yang tepat dan intensif, anak disleksia akan dapat membaca seperti anak normal. Menurut Suparno disleksia merupakan kesulitan membaca baik membaca pemulaan maupun pemahaman. Oleh karena itu salah satu masalah yang dihadapai anak disleksia adalah membaca. Kesulitan dalam disleksia dapat di katagorikan menjadi dua yaitu (1) kesulitan membaca primer, yang terjadi akibat kelainan biologis otak, (2) kesulitan membaca sekunder, yang disebabkan faktor seperti persepsi, kepribadian yang salah suai, pembelajaran di sekolah.
Anak disleksia menunjukkan kebiasaan membaca tidak wajar seperti adanya gerakan- gerakan membaca yang penuh ketegangan seperti gelisah, irama suara meninggi, menggigit bibir. Selain itu anak ragu-ragu dalam membaca sehingga membacanya tersendat-sendat. Anak yang ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan kesalahan, karena guru menganggap hal itu sebagai kebiasaan yang tidak baik sehingga guru berupaya memperbaikinya.

Kesulitan adalah kondisi yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut dapat disadari dan mungkin juga tidak di sadarai, seperti keterlambatan dalam membaca orang tua dan guru terkadang tidak menyadari bahawa hal tersebut dapat menggaggu kecerdasan anak pada jenjang berikutnya. Sehingga anak yang mengalami keterlambatan dalam proses belajar membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan anak yang lain.
Namun hal yang perlu di perhatikan dalam menandai anak yang mengalami kesulitan belajar diperlukan suatu patokan atau kriteria untuk menetapkan kesulitan belajar.
Patokan dalam kesulitan belajar dapat ditentukan melalui tingkah laku yang nampak. Seperti anak yang tidak berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola tingkah laku yang menyimpang, misalnya sikap acuh tak acuh, melalikan tugas, menentang, atau gangguan emosional lainnya.Selain menentukan patokan atau kriteria guru dapat mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar dengan cara menadai murid dalam satu kelas. Guru dapat melakukan observasi pada saat murid dalam proses belajar mengajar. Misalnya mengamati tingkah laku kebiasaan murid dalam mengikuti pembelajaran, menayakan kepada teman satu kelas atau satu bangku.
Guru kelas dapat memperkirakan sebab-sebab kesulitan dalam belajar. Misalnya kesulitan membaca (disleksia) yang dialami seorang murid bisa di sebabkan karena penglihatan jauh/ farsighted, maka guru tidak dapat memberikan bantuan kepadanya, meskipun memberikan jam tambahan untuk latihan membaca. Menurut Abdurrahman faktor penyebab kesulitan dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan disfungsi neurologis, sedangkan faktor eksternal , yaitu strategi pembelajaran keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak memotivasi anak.

Anak kesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasan membaca tidak wajar. Anak memperlihatkan gerakan-gerakan membaca yang penuh tegangan seperti gelisah, irama suara meninggi, menggigit bibir. Anak juga memperlihatkan adanya perasaan tidak aman ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, pada saat membaca sering terjadi pengulangan atau ada baris yang terlompat karena sering kehilangan jejak. Mereka juga memperlihatkan gerakan kepala kearah kanan atau ke kiri, kadang- kadang meletakkan kepala pada buku.
Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (disleksia) sering mengalami kekeliruan dalam membaca kata. Kekeliruan tersebut dapat berupa pengurangan, penggantian, penambahan kata, salah ucap dan sebagainya. Gejala keraguan dalam membaca nampak pada saat anak berhenti membaca karena tidak dapat mengucapkan kata tersebut ( dihadapkan pada kata-kata yang tidak di kenal).

Upaya yang dapat dilakukan guru untuk anak yang mengalami masalah membaca atau disleksia dengan menggunakan pelatihan yang diberikan kepada anak disleksia. Pelatihan dilakukan dengan cara menyisihkan waktu untuk mengajarinya. Namu pelatihan ini tidak boleh sampai  memasa anak apabila anak dalam kondisi tidak sehat sehingga berpengaruh terhadap emosionalnya. Pelatihan di lakukan secar bertahap, bersikap positif dan memberikan hadiah ketika anak membaca dengan benar.

Selain memberikan pelatihan, apabila orang tua atau guru sudah menyadari jika anak tersebut mengalami disleksia maka segera berkonsultasi dengan psikologi. Anak diajarakan untuk mengeja. Menurut Stone menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses, membaca bukanlah satu keterampilan yang hanya dibutuhkan satu kali saja di tingkat dasar melainkan suatu proses perkembangan. 

No comments:

Ads Inside Post