Translate

Wednesday 18 July 2018

CERPEN


KOMPETENSI BERNYANYI 


                       Yuliana Muktiyasning Bekti Saputri / P. Bahasa Indonesia ' 16


                Di hutan bernama Dawn of Land hidup damai semua jenis hewan. Hutan ini amat makmur dan dirajai oleh Aslan, Sang Singa. Kerajaan sedang bersuka cita menyambut penerus tahta raja. Hewan-hewan lainpun ikut bahagia. Untuk menyambut lahirnya sang pangeran, raja membuat kompetisi bernyanyi. Sebab sang ratu amat menyukai lagu dan nanyian. Ramai-ramai warga ikut mendaftar sebab hadiah yang ditawarkan raja cukup menarik, yaitu piala dan kesempatan memberi nama untuk sang pangeran.
                Maka segera pengumuman kompetisi itu tersebar. Banyak dari mereka yang ingin mendapatkan kesempatan langka itu. “Jika aku yang menang, maka aku akan megusulkan nama Wolfi. Amat kental sekali nama serigalanya. Ku harap dia sama hebatnya dengan kita untuk memimpin hutan” bisik-bisik para serigala yang sedang lalu lalang. “Hei, dia anak Singa bagaimana mungkin kau beri nama anak serigala” jawab serigala yang lain. “Bukankah itu bagus ?”. Sementara hewan yang lain juga sibuk menyiapkan nama beserta lagu terbaik mereka. Hutan jadi penuh obrolan perihal nama anak raja.
                “Kenapa kau memilih manusia sebagai jurinya Rajaku ?” tanya sang Ratu pada suatu sore. Sang Raja baru saja mengirim surat untuk 4 manusia  yang hendak dijadikan juri. “Itu akan hebat sayang. Pertama kali dalam sejarah kita mengundang manusia. Lagipula menurutku mereka akan lebih objektif”. “Tapi apakah mereka mengerti lagu hewan? Mengapa bukan merpati? Atau tupai. Mereka penyanyi yang hebat bukan ?”. “Mereka bisa saja disuap sayang, tidak objektif dalam menilai. Bayangkan jika yang ada yang menang karna sogokan dan memberi nama anak kita dengan nama yang jelek. Sudahlah, jangan jadikan ini perdebatan kamu tenang saja”. “Lalu dimanakah engkau akan melaksanakan kompetisi ini? Halaman kastil?”. “Tidak, aku memilih Hall of Brawl. Itu tempat yang luas, meskipun dulu digunakan untuk pertarungan tapi aku rasa tidak terlalu menakutkan bila ditata dan didekor ulang”. “Jangan terlalu memaksakan pikiran dan tenagamu, suruhlah mentrimu yang bekerja”. “Baik”
                Sang Raja segera memanggil Merak, menjelaskan keinginannya dalam dekorasi Hall of Brawl. Merak mengangguk takzim. Memahami kehendak Rajanya dan segera menjalankannya sebaik mungkin sebab ia tak mau mengecewakan raja dan warga Dawn of Land. “Baik Raja, saya paham apa yang anda inginkan. Memang Hall of Brawl nampak menyeramkan, namun dengan sedikit dekorasi tambahan saya yakin anda akan lupa sedang di dalam sana”. “Aku percayakan semua kepadamu Merak. Siapkan segalanya sebaik mungkin. Waktu kita seminggu lagi”. “Baik Yang Mulia. Lantas siapakah yang hendak menjadi jurinya?” . “4 manusia aku rasa cukup”. “Manusia Tuan? Anda yakin?”. “Jangan mengajakku berdebat soal ini Merak. Jalankan saja tugasmu”. “Bbaaiik Yang Mulia. Saya undur diri”. Raja mengangguk, melepas kepergian mentrinya.
                Desas-desus manusia yang menjadi juri segera tersebar. “Ini luar biasa. Pertama kali aku melihat raja mengundang manusia untuk menjadi juri. Hebat sekali raja kita” kata Kijang saat berjalan dengan  Gajah dan Buaya. “Ya kau benar. Belum lagi tempat kompetisi itu. Bayangkan Hall of Brawl amat mengerikan. Apakah siapapun yang bernyanyi untuk mengkritik raja akan langsung dibunuh?”. “Jangan bodoh. Raja tidak sekejam itu. Tapi bukankah aneh, ini perayaan suka cita namun tempat yang dipilih amat angker seperti itu”. “Aku yakin raja telah memikirkannya matang-matang” Buaya ikut menimpali.
                Kompetisipun dimulai. Seperti yang telah direncanakan, Hall of Brawl menjadi sangat indah. Dipenuhi sulur-sulur hijau dilangit-langit dengan berbagai macam bunga. Lantainya dilapisi akar dan jamur-jamur berpendar. Dibagian panggung dibuat megah dengan latar berwarna emas dan perak. Kursi untuk juri pun amat alami, dibuat dari bonggol pohon berhias akar dan sulur. Juri manusia datang, nampak takjub sama seperti warga Dawn of Land. Amat bangga bisa menjadi juri dikompetisi penting ini.  Manusia itu terdiri dari Anak, Remaja, Dewasa, dan Manula. “Lihat, kelinci itu lucu sekali” kata juri Anak kepada juri Manula yang menggandengnya. “Ya, dan warga disini nampak antusias sekali” kata juri Manula sambil memperhatikan sekitar. “Apa yang membuat mereka amat semangat?” Pertanyaan juri Dewasa namun segera saja suara riuh terdengar dari dalam Hall of Brawl.
                “Selamat datang seluruh warga Dawn of Land yang saya sayangi. Hormat yang tertinggi untuk Raja kita Aslan Sang Singa dan Ratu Karina serta sang pangeran kecil. Tidak lupa pula tamu sekaligus juri kebesaran kita, Para Manusia... Selamat datang” pembawa acara, Monyet amat bersemangat diiringi tepuk tangan, teriakan dan suara-suara terompet dari warga. Kebanyakan dari mereka tak sabar mendengar lagu dari perserta. “Ditangan saya, sudah ada 4 perwakilan hewan yang akan bersaingi merebut hati Raja, Ratu, para juri dan tentu saja seluruh warga Dawn of Land. Hadiah yang diberikan pihak kerajaan tak tanggung-tanggung, piala besar yang dibuat langsung oleh legenda emas di negara kita, Sang Semut. Serta hadiah spesial kesempatan memberi nama bagi pangeran kecil kita.” Tepuk tangan riuh terdengar amat ramai dari sebelumnya. “Baiklah, saya persilahkan kepada Raja Aslan untuk membuka pertandingan secara simbolis dengan memukul gong kerajaan”. Semua warga diam, menyaksikan raja mereka menuruni tahta menuju gong emas didepannya. “dong... dong.... dong... dengan ini pertandingan resmi aku buka.” Sekali lagi tepuk tangan menggetarkan Hall of Brawl.
                “Baiklah, peserta pertama telah siap. Datang dari Barat Daya dengan bulu putih dan halus, kecepatan larinya tak diragukan lagi, apakah suaranya sebaik kemampuan berlarinya ? mari kita sambut Kelinciiii....” Sorak-sorak mengiringi naiknya Kelinci. “Jadi lagu apa yang hendak kau nyanyikan Kelinci?” tanya Monyet. “Aku hendak menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan anak kelinci khas desa kami.” Jawab Kelinci dengan yakin. “Itu Kelinci yang ku lihat tadi. Dia amat lucuuuu.” Komentar juri Anak. “Baiklah, silahkan.” Monyet lalu menuju belakang panggung, membiarkan panggung seutuhnya untuk Kelinci.
                                Kelinci-kelinci mari ikut menari,
                                Disini-disini negeri yang indah ini,
                                Nyanyikan lagumu jangan bersedih hati.
                                Lupakan lah gundaah.....
                                Mari jadi penjelajah.
                Warga Dawn of Land bertepuk tangan, meniup-niup terompet dan menghentak-hentakkan kaki. Bahkan sang Ratu ikut bertepuk tangan. “Itu lagu yang indah. Membuat kita merasa kembali ke masa anak-anak. Baik silahkan dewan juri memberikan nilainya untuk Kelinci. Nilai dari juri ini lah yang akan menjadi penentuan pemenangnya. Silahkan dewan juri mengangkat nilai untuk kelinci.” Juri Anak memberikan nilai 9, juri Remaja memberi nilai 7, juri Dewasa dan Manula memberi nilai 8. “Kelinci mendapatkan nilai 32. Terimakasih juri. Silahkan Kelinci menunggu pengumuman dibelakang panggung. Langsung saja kita panggilkan kontestan selanjutnya, Garudaaaaa....” tepuk tangan warga kembali terdengar, bersamaan munculnya Garuda dengan gagah saat terbang dari balik panggung.

                                Dengan berbagai cara,
                                Mari bela negara,
                                Dawn of Land yang tercinta.
                                Jangan lah engkau lupa, negara segalanya.
                                Wargaku semua, jangan kau diam saja.
                                Ini negara kita... hidup mati bersama
                Selesai lagu dinyanyikan, Garuda turun dengan lantang. Diringi sorak-sorak tentara negara yang amat hafal dengan lagu yang barusan dinyanyikan. Amat bangga dengan perjuangan mereka selama ini. Beberapa terharu mengenang peperangan dulu di Hall of Brawl. “Indah sekali, lagu perjuangan tentara kita, yang setia menjaga berbatasan negara. Saya yakin lagu ini mengingatkan kita untuk lebih mencintai negara. Baiklah-baiklah... sekarang dewan juri, angkat nilai kalian.” Juri Anak memberikan 6, juri Remaja memberi 7, juri Dewasa memberi nilai 9 dan Manula memberi 8. “Nilai total untuk Garuda 30 poin.... Sementara Kelinci masih memimpin dengan nilai 32. Namun, masih ada 2 penantang yang akan tampil. Silahkan Garuda untuk menunggu dibelakang panggung. Baik tanpa berlama-lama, kita sambut Kuciiiingggg.....” Kucing masuk panggung, dengan membawa penari dibelakangnya. Segera saja suasana berubah yang tadinya amat haru menjadi gembira.
                                Warga, apa kamu dengar.
                                Jeritan hatiku, mengharap kalian disini.
                                Warga, hingga kita tua nanti...
                                Tak akan hilang sayangkuu...
                Semua warga ikut bernyanyi bahkan ada yang ikut menari. Maklum saja, lagu itu sedang terkenal dan dimana-mana sedang dinyanyikan. “Luar biasa penampilan Kucing. Terimakasih telah membuat kami semua bergoyang pagi ini. Baik-baik, kita lanjutkan nanti bergoyangnya. Ada yang lebih penting sekarang.” Kata Monyet memahami penontonnya yang nampak masih ingin bergoyang. “Saya persilahkan juri untuk memberi nilai.” Dewan juri mengangkat nilainya. “Ini luar biasa, nampaknya juri ingin ikut berdoyang... hahaha... semua dewan juri memberi nilai 9, itu artinya Kucing menggeser Kelinci dalam pertandingan ini. Baik Kucing silahkan istirahat di belakang panggung.” Tepuk tangan mengiringi mundurnya Kucing.
                “Baiklah, peserta yang terakhir ini dia.... Katak......” Tepuk tangan terdengar disana-sini namun tak semeriah Kucing. Katak langsung bernyanyi
                                Lihat tanah yang kau pijak,
                                Telah memberi petuah bijak,
                                Bukan seberapa tinggi pangkatnya,
                                Namun seberapa dia berguna.
                                Dibandingkan dengan Sang Pemilik dunia,
                                Kita hanya sebesar debu saja.
                                Lantas mengapa kita lupa ?
                                Mengagungkan Tuan kita.
                                Berhenti melantunkan lagu alam,
                                Yang sudah ada dihati yang terdalam
                Hening sejenak, beberapa rakyat menunduk sebagian malah menangis. Raja dan Ratu nampak menunduk juga, memeluk anak mereka. Sementara dewan juri kebingungan mengapa para hewan nampak sedih. Pembawa acara berkata pelan “Baiklah, Aku rasa kalian merasakan apa yang aku rasakan. Lagu dari Katak telah mengingatkan kita, bahwa kita hanya debu dan selama ini kita mulai lupa mengagungkan Tuan. Entah apakah yang dipikir Tuan, yang jelas Dia harusnya tak terlupakan. Aku yakin bahwa semua rakyat di Dawn of Land mengijinkan Katak untuk memberi nama pangeran kecil bukan ?” anggukan setuju muncul dari kepala-kepala yang menunduk. “Baik, maaf dewan juri aku rasa rakyat kami telah memilih Katak sebagai juaranya.” “Hei tunggu, lagu Katak biasa saja. Aku lebih suka Kucing. Jika kalian telah memutuskan juaranya, lantas untuk apa kami datang ?” protes juri Remaja. “Maaf Manusia yang kami hormati, lagu yang barusan dinyanyikan Katak adalah Lagu Alam. Seruan Tuan kepada kami. Itu lagu istimewa yang selalu kami nyanyikan dulu. Mungkin ini lah yang tidak kalian pahami.” Ratu Karina yang dengan anggun menjawab protes juri Remaja. “Entah suka atau tidak, aku memilih Katak sebagai pemberi nama untuk anakku.” Sambung Sang Ratu sambil membawa anaknya mendekati Katak, “Silahkan” katanya lagi. Katak memandang sang Pangeran, lantas tersenyum “Jika Raja, Ratu dan Rakyat semua mengijinkan aku hendak memberinya nama Leon.” Kata Katak. “Ya itu bagus.” Raja turun dari tahtanya meresmikan nama itu, disambut sorak-sorak rakyatnya. Sementara juri Manusia tetap kebingungan.
                Lalu Katak berkata dengan lantang, “Manusia yang kami hormati, kami tau kalian pasti tak mengerti apa yang terjadi. Ya kalian mungkin merasa kalian ini pintar, tapi ketahuilah bahwa ada kekuatan yang mungkin tak kalian pahami. Kekuatan itu dari alam, yang menyerap energi negatif kalian dan diubah menjadi energi positif yang seharusnya kalian manfaatkan. Namun beberapa dari kalian lupa akan hal itu dan memilih memanfaatkan alam untuk uang. Maka jadilah, sekarang alam sulit menyerap energi negatif dari kalian.” Para manusia tetap bingung tapi para rakyat sudah tidak memerdulikan mereka lagi. Sebab Dawn of Land sedang menyambut Pangeran Leon yang kelak menjadi penerang dikala rakyat sedang buta cahaya.

No comments:

Ads Inside Post